BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Nikah adalah salah satu sendi pokok
pergaulan bermasyarakat. Oleh karena itu, agama memerintahkan kepada umatnya
untuk melangsungkan pernikahan bagi yang sudah mampu, sehingga malapetaka yang
diakibatkan oleh perbuatan terlarang dapat di hindari.[1]
Alloh berfirman :
Artinya : “
nikahlah wanita-wanita yang kamu senangi :
dua, tiga atau empat, kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil maka
(kawinilah) seorang saja”.(QS.An-Nisa’ :3)
B. Rumusan masalah
Pembahasan tentang pernikahan ini
sangatlah luas, tapi dalam makalah ini, penulis hanya menjelaskan hal-hal
sebagai berikut:
- Apakah pengertian nikah ?
- Bagaimana hokum pernikahan?
- Apa saja rukun dan syarat nikah?
- Apa saja hikmah pernikahan?
C. Tujuan pembahasan
Dalam makalah yang berjudul “nikah”
ini, penulis bertujuan untuk menjelaskan pengertian nikah, hokum pernikahan,
rukun dan syarat pernikahan serta hikmah pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian nikah
Nikah menurut bahasa mempunyai arti
mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan atau bersenggama (wath’i). dalam
istilah bahasa Indonesia sering disebut dengan “kawin”. Dalam pasal I Bab I, UU
perkawinan NO 1 tahun 1974, perkawina didefinikan sebagai berikut: ” ikatan lahir batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pernikahan adalah ikatan lahir batin
antara seorang laki-lkai dalam suatu rumah tangga berdasarkan kepada tuntunan
agama. Ada juga
yang mengartikan “ suatu perjanjian atau aqad (ijab dan qabul) antara laki-laki
perempuan untuk menghafalkan hubungan badaniyah sebagaimana suami istri yang
sah yang mengandung syarat-syrat dan rukun-rukun yang ditentukan oleh syariat
islam”.[2]
B. Hukum pernikahan
Adapun hokum menikah, jumhur ulama’
menetapkan ada 5, yaitu:
- Sunnah
Jumhur
ulama sepakat sepakat bahwa hokum asal pernikahan adalah sunnah. Mereka
beralasan antara lain kepada firman Alloh swt.
Artinya:
‘ Nikahilah orang-orang yang menyendiri
diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba sahayamu yang
laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, mereka
dijadikan kaya oleh alloh dengan karunuanya. Alloh maha luas karunianya dan
maha mengetahui”.(QS. An-Nur:32)
- Mubah (boleh)
Ukum
menikah menjdi boleh bagi orang yang tidak mempunyai factor pendorong atau
factor yang melarang untuk menikah.
- Wajib
Hukum
nikah menjadi wajib bagi orang yang ecra jasmaniyah sudah layak untuk menikah,
secara rohaniyah sudah dewasa dan matang serta memiliki kemampuan biaya untuk
menikah dan menghidupi keluarganya. Bila ia tida menikah, khawatir jatuh pada
perbuatan mesum.
- Makruh
Hukum
menikah menjadi makruh bagi laki-laki yang secara jasmniyah sudah layak untuk
menikah, kedewasaan rohaniyah sudah matang tetapi tidk mempunyai biaya untuk
menikah dan bekal hidup rumah tangga. Orang semacam ini dianjurkan untuk tidak
dulu menikah dan mengendalikan hawa nafsuya dengan berpuasa.
- Haram
Hukum
menikah menjadi haram bagi laki-laki yang menikahi wanita dengan maksud
menyakiti dan mempermainkaya. Pernikahan seperti ini sah menurut syariat jika
terpenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi pernikahn seperti ini berdosa di
hadapan Alloh karena tujuanya buruk.[3]
C. Rukun dan syarat nikah.
Rukun
nikah yaitu apa yang merupakan hakekat dari perkawinan yang tampa adanya rukun tidak sahlah perkawinan.
Rukun nikah antara lain:
- Calon suami, dengan syarat :
Muslim,
merdeka, berakal, benar-benar laki-laki, adil, tidak beristri empat, tidak
mempunyai mahram dengan calon dan tidak sedang ihram haji atau umroh.
- Calon istri, dengan syarat-syarat sebagai berikut:
Muslimah
(benar-benar perempuan), telah mendapat izin dari walinya, tidak bersuami atau
tidak dalam masa iddah, tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon suaminya
dan tidak sedang berihram haji atau umroh.
- Sighat (ijab dan qabul).
Ijab yaitu suatu suatu pernyataan
berupa penyerahan diri seorang wali perempuan atau wakilnya kepada seorang
laki-laki dengan kata-kata tertentu maupun syarat dan rukun yang telah
ditentukan oleh syara’.
Qabul yaitu suatu pernyataan penerimaan
oleh pihak laki-laki terhadap pernyataan wali perempuan atau wakilnya
sebagaimana yang di sebut di atas.[4]
Menurut
syafi’I (dan hambali) ijab qabul harus dilakukan dengan menggunakan lafal
yang terdapat dalam Al-qur’an yaitu kawin dan jodoh. Dasarnya ialah hadits nabi
yang menyebutkan:
“takutlah kamu kepada Alloh dalam perkara
wanita, sebab kamu telah mengambil mereka dari keluarganya dengan amanat dari
Alloh dan kamu telah menghalalkan percampuran kelamin dengan mereka dengan
kalimat alloh”.(Riwayat Muslim).[5]
Ijab
dan qabul dilaksanakan dengan syarat sebagai berikut:
·
Lafadz ijab dab qabul harus lafadz nikah atau
tazwij.
·
Lafadz ijab dan qabul bukan kata-kata kinayah
(kiyasan).
·
Lafadz ijab dan qabul tidak di ta’likkan
(dikaitkan) dengan suatu syarat tertentu.
·
Lafadz ijab dan qabul harus terjadi pada satu
majlis, maksudnya lafadz qabul harus segera di ucapkan setelah ijab.
- Wali perempuan, dengan syrat sebagai berikut:
Muslim,
berakal, tidak fasiq, laki-laki dan mempunyai hak untuk menjadi wali.
Tidak akan sah nikah jika tidak ada
wali, hadits nabi menyebutkan.
“janganlah perempuan mengawinkan perempuan
yang lain dan janganlah pula perempuan mengawinkan dirinya sendiri, karena
perempuan yang berzina ialah yang mengawinkan dirinya sendiri. ( Riwayat ibn
majah dan Daruqquthni ).
Yang berhak menjadi wali bukan
sembarang orang, menurut Syafi’I, orang-orang yang berhak menjadi wali yaitu:
·
Bapak, kakek (bapak dari bapak), dan seterusnya
ke atas.
·
Saudara laki-laki seibu sebapak.
·
Saudara laki-laki sebapak.
·
Anak laki-laki saudara seibu-sebapak.
·
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
dan seterusnya kebawah.
·
Saudara laki-laki seibu sebapak dari bapak
(=paman kandung).
·
Saudara laki-laki sebapak dari bapak (=paman
sebapak).
·
Anak laki-laki paman kandung.
·
Anak laki-laki paman sebapak dan seterusnya
kebawah.
·
Hakim (wali hakim), yaitu jika tidak ada
wali-wali tersebut di atas, atau wali yang berhak ada tapi tidak mau jadi wali.[6]
- Dua orang saksi, dengan syarat sebagai berikut:
Muslim,
baligh, berakal, merdeka, laki-laki, adil, pendengaran dan penglihatannya
sempurna, memahami bahasa yang di ucapkan dalam ijab dan qabul, tidak sedang
mengerjakan ihram haji atau umroh[7].
Akad nikah harus dihadiri oleh dua orang saksi, tampa adanya dua orang saksi ini perkawinan
tidak akan sah. Dalilnya ialah Hadist SAW yang menyebutkan:
“Tidak
ada atau tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil”.[8]
D. Hikmah pernikahan
Di antara hikmah pernikahan tersebut
sebagaimana di uraikan dibawah ini:
- Hikmah pernikahan bagi individu dan keluarga.
- Terwujudnya kehidupan yang tenang dan tentram, karena terjalinnya cinta dan kasih saying di antara sesama.
- Terhindar dari perbuatan maksiat, terutama masturbasi, perzinahan dan pemerkosaan.
- Menciptakan keturunan yang baik dan mulia sekaligus merupakan upaya menjaga kelangsungan hidup manusia sesuai dengan ajaran agama.
- Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang.
- Bersungguh-sungguh dalam mencari rizqi.
- Memperluas persaudaraan.
- Mendatangkan keberkahan.
- Hikmah pernikahan bagi masyarakat.
- Terjaminnya ketenangan dan ketentraman anggota masyarakat.
- Dapat meringankan beban masyarakat.
- Dapat memperkokoh tali persaudaraan.[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Nikah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
- Hukum nikah ada lima yaitu sunnah (hokum asal dari pernikahan), mubah, wajib, makruh dan haram.
- Rukun nikah adalah calon suami, calon istri, ijab qabul, wali perempuan dan dua orang saksi.
- Hikmah pernikahan:
v
Hikmah bagi individu dan keluarga :
·
Terwujudnya kehidupan yang tenang dan tentram
·
Terhindar dari perbuatan maksiat, terutama
masturbasi, perzinahan dan pemerkosaan.
·
Menciptakan keturunan yang baik dan mulia.
·
Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh dan
berkembang.
·
Bersungguh-sungguh dalam mencari rizqi.
·
Memperluas persaudaraan.
·
Mendatangkan keberkahan.
v
Hikmah pernikahan bagi masyarakat :
·
Terjaminnya ketenangan dan ketentraman anggota
masyarakat.
·
Dapat meringankan beban masyarakat.
·
Dapat memperkokoh tali persaudaraan.
B. saran
Semoga makalah ini berguna dan
vermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
- Suparta dan Djedjen Zainuddin. 2005. Fiqih. Semarang : PT. Karya Toha Putra.
- Tim Dosen Agama Islam. 1995. Pendidikan Agama Islam. Malang : IKIP Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar