Jumat, 06 Februari 2015

Hak-Hak Perempuan Menurut Islam dan negara



 BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang perempuan terkadang mendapatkan diskriminasi dan anggapan sebelah mata atas dirinya. Diskriminasi dapat terjadi baik dalam kehidupan pekerjaan, keluarga (antara suami dan istri), hingga kehidupan yang dilaluinya dalam masyarakat. Dengan adanya diskriminasi inilah maka kemudian banyak pihak terutama perempuan sendiri menyadari pentingnya mengangkat isu hak perempuan sebagai salah satu jenis hak asasi manusia yang harus dapat diakui dan dijamin perlindungannya. Adanya kesadaran ini maka kemudian perlu diketahui terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud dengan hak asasi perempuan.
Hak asasi perempuan, adalah hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hukum hak asasi manusia dapat ditemui pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang hak asasi manusia. Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa pengaturan mengenai pengakuan atas hak seorang perempuan terdapat dalam berbagai sistem hukum tentang hak asasi manusia. System hukum tentang hak asasi manusia yang dimaksud adalah system hukum hak asasi manusia baik yang terdapat dalam ranah internasional maupun nasional. Khusus mengenai hak-hak perempuan yang terdapat dalam system hukum tentang hak asasi manusia dapat ditemukan baik secara eksplisit maupun implisit. Dengan penggunaan kata-kata yang umum terkadang membuat pengaturan tersebut menjadi berlaku pula untuk kepentingan perempuan. Dalam hal ini dapat dijadikan dasar sebagai perlindungan dan pengakuan atas hak-hak perempuan. Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).
Akademik tentang Kesetaraan Gender (NA RUU KKG) disebutkan bahwa Rancangan Undang Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) ini menawarkan jalan keluar bagi permasalahan yang dihadapi kaum perempuan Indonesia dan dapat melindungi mereka dari tindak kekerasan, deskriminasi serta hal-hal lainnya yang dapat menghilangkan hak-hak kaum perempuan. Namun apabila kita mau mengkaji lebih dalam, banyak hal yang perlu dikritisi  dari RUU KKG  tersebut. Salah satunya adalah konsep “Kesetaraan Gender” yang dijadikan alat analisis atau metodologi dalam perumusan norma-norma hukum RUU tersebut. Dilihat dari latar belakang historis, konsep kesetaraan gender lahir dari  pemberontakan perempuan Barat akibat penindasan yang dialami mereka selama berabad-abad lamanya. Sejak zaman Yunani, Romawi, dan Abad Pertengahan (the Middle Ages) , dan bahkan pada Abad Pencerahan sekali pun, Barat menganggap wanita sebagai makhluk inferior, manusia yang cacat, dan sumber dari segala kejahatan atau dosa. Itu kemudian memunculkan gerakan  perempuan Barat yang menuntut hak dan kesetaraan perempuan dalam bidang ekonomi dan politik  yang  pada akhirnya dikenal dengan sebutan feminis, dari latar belakang historis munculnya konsep kesetaraan gender.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Landasan Hukum Islam dan Hukum Pemerintah, mengenai Hak Perempuan ?
2.      Apa saja Hak Perempuan Menurut Islam dan Pemerintah?
3.      Bagaimana Pandangan Islam Mengenai Kesetaraan Gender?
4.      Bagaimana Pandangan Demokrasi Baru Mengenai Kesetaraan Gender?
C.     TUJUAN MASALAH
1.      Mengetahui Landasan Hukum Islam dan hokum Pemerintah mengenai Hak Perempuan ?
2.      Apa saja Hak Perempuan Menurut Islam dan Pemerintah?
3.      Bagaimana Pandangan Islam dan Pemerintah Mengenai Kesetaraan Gender?
















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Landasan Hukum Islam dan Hukum Pemerintah, mengenai Hak Perempuan
1.      Dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar."(QS An-Nisaa 34)
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöãƒ £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 yŠ#ur& br& ¨LÉêムsptã$|ʧ9$# 4 n?tãur ÏŠqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 Ÿw ß#¯=s3è? ë§øÿtR žwÎ) $ygyèóãr 4 Ÿw §!$ŸÒè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ Ÿwur ׊qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 n?tãur Ï^Í#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºsŒ 3 ÷bÎ*sù #yŠ#ur& »w$|ÁÏù `tã <Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã 3 ÷bÎ)ur öN?Šur& br& (#þqãèÅÊ÷ŽtIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& Ÿxsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sŒÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ׎ÅÁt/ ÇËÌÌÈ  
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqoroh : 233)

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنَا أَبُو قَزَعَةَ عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي قُشَيْرٍ عَنْ أَبِيهِأَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا حَقُّ امْرَأَتِي عَلَيَّ قَالَ تُطْعِمُهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوهَاإِذَا اكْتَسَيْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
"Dari Hakim bin Mu'awiyah ia berkata : saya bertanya : ya Rasululloh ! apa kewajiban serang dari kami terhadap istrinya ? sabdanya : Engkau beri makan dia apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian apabila engkau berpakaian, dan jangan engkau pukul mukanya, dan jangan engkau jelekkan dia dan jangan engkau jauhi (seketiduran) melainkan di dalam rumah." (HR. Ahmad dan Abu dawud dan Nasai.)

حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ مُعَاذَةَ الْعَدَوِيَّةِ عَنْ عَائِشَةَقَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْذِنُنَا إِذَا كَانَ فِي يَوْمِ الْمَرْأَةِ مِنَّا بَعْدَ مَانَزَلَتْ تُرْجِي مَنْ تَشَاءُ مِنْهُنَّ وَتُؤْوِي إِلَيْكَ مَنْ تَشَاءُ فَقَالَتْ لَهَا مُعَاذَةُ فَمَا كُنْتِ تَقُولِينَلِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَأْذَنَكِ قَالَتْ كُنْتُ أَقُولُ إِنْ كَانَ ذَاكَ إِلَيَّ لَمْ أُوثِرْأَحَدًا عَلَى نَفْسِي و حَدَّثَنَاه الْحَسَنُ بْنُ عِيسَى أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا عَاصِمٌ بِهَذَاالْإِسْنَادِ نَحْوَهُ (متفق عليه)
Adalah Rasululloh saw setelah diturunnkan firman Allah ta'ala, engkau boleh menangguhkan siapa saja yang engkau kehendaki dari mereka yaitu istri-istrimu, dan engkau boleh mendampingi siapa saja yang engkau kehendaki, maka setiap kali tiba Rasululloh saw, untuk bersama istri-istri beliau, beliau selau meminta izin kepada kami terlebih dahulu. Lalu 'aisyah berkata : suatu hari mu'adzah bertanya kepadaku: "Apa yang akan kamu katakan ketika Rasululloh meminta izin darimu ?", Aku menjawab : "Jika Rasululloh saw meminta izin dariku pasti aku tidak akan membiarkan seorangpun melebihiku".
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرٌ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَلَوْ شِئْتُ أَنْأَقُولَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَكِنْ قَالَ السُّنَّةُ إِذَا تَزَوَّجَ الْبِكْرَ أَقَامَ عِنْدَهَا سَبْعًاوَإِذَا تَزَوَّجَ الثَّيِّبَ أَقَامَ عِنْدَهَا ثَلَاثًا (متفق عليه)
Nabi saw bersabda :Sunnah bagi orang yang mengawini seorang gadis supaya tinggal bersamanya 7 hari, dan apabila mengwini seorang janda maka tinggal bersamanya 3 hari.
2.       Undang-Undang yang Melindungi Hak Perempuan
Undang-undang yang membicarakan tentang Hak perempuan adalah :
Bagian Kesembilan
Hak Wanita
Pasal 45
Hak wanita dalam Undang-undang ini adalah hak asasi manusia.
Pasal 46
Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan system pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.
Pasal 47
Seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya.
Pasal 48
Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan
jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Pasal 49
(1)    Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
(2)    Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.
(3)    Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Pasal 50
Wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya.


Pasal 51
(1)   Seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya. hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta pengelolaan harta bersama.
(2)   Setelah putusnya perkawinan. seorang wanita mempunyai hak dan tanggungjawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya. dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
(3)   Setelah putusnya perkawinan. seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi hak anak. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-undang Kekerasan dalam rumah tangga juga pada umumnya diperuntukan bagi kaum perempuan, karena korban kekerasan di rumah tangga kerap kali terjadi pada istri. Undang-undang KDRT yang menjamin keselamatan Korban memiliki Dasar dan tujuan sebagai berikut:
B.     Hak Perempuan menurut Islam dan Pemerintah
1.      Upaya Islam dalam Hak Perempuan
Beberapa keterangan ayat Qur’an yang tertera dalan QS. An-Nisaa ayat 39, menjelaskan tentang perempuan itu mesti dipimpin oleh laki-laki, dan tidak boleh seorang pemimpin itu menyusahkan istrinya dengan alasan yang tidak berarti.
Hak perempuan adalah menyusui anaknya sampai genap 2 tahun, selain itu juga berhak mendapatkan makanan dan pakaian dari ayahnya dengan cara yang baik. Jika keadaannya laki-laki berpoligami, maka jika ingin mengajak salah satu istrinya harus minta izin kepada istri yang lain. Di dalam hadits dijelaskan jika menikahi seorang gadis itu gilirannya 7 hari dan jika menikahi seorang janda gilirannya 3 hari, namun seorang istri bisa meninfaqkan gilirannya kepada istri yang lain.
Jika istri berbuat kesalahan atau sesuatu yang menyakitkan suami, maka si istri berhak untuk tidak dipukul mukanya dan tidak boleh dijelek-jelekan , dan tidak boleh dijauhi tempat tidurnya melainkan di dalam rumah. Seorang perempuan mu’min perempuan tidak boleh dibenci, kecuali dari akhlaqnya.


2.      Upaya Pemerintah dalam Hak Perempuan
Perempuan berhak menjadi perwakilan anggota pemerintah, maka daripada itu ia berhak memilih dan dipilih. Selain itu mempertahankan status kewarga negaraannya karena menikah dengan orang asing. Ia berhak mendapatkan pendidikan yang setara dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam undang-undang. Bebas berhukum dalam beragama, memiliki hak yang sama dengan suaminya dalam keluarga. Hak lainnya pun sama dengan mantan suaminya atas dasar kepentingan anak dan harta.
Undang-undang lain yang melindungi istri ada dalam KDRT, karena korban kekerasan dalam rumah tangga kerap kali terjadi pada perempuan.
C.     Pandangan Islam  dan Pemerintah Mengenai Kesetaraan Gender
1.      Pandangan Islam
Dalam beberapa konferensi tentang perempuan, rekomendasi untuk mempromosikan kesetaraan gender dan hak-hak perempuan hampir selalu menyebutkan agama, khususnya Islam, sebagai sumber diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan, seolah-olah Islam sebagai agama menghambat promosi hak-hak perempuan.
Sekarang, jika seseorang mendefinisikan Islam sebagai jumlah dari sikap dan tindakan perilaku dari sebagian besar umat Islam dalam masyarakat Muslim, maka itu adalah benar untuk mengatakan Islam tidak mendiskriminasikan perempuan, mencoba menghambat hak-hak dan kebebasan mereka. Pandangan ini tidak benar jika Islam dipahami sebagai seperangkat ajaran moral dan ritual mengungkapkan untuk membawa berkah bagi seluruh umat manusia, termasuk perempuan.
Oleh karena itu, masalahnya adalah Islam dibandingkan umat Islam. Kedua fenomena ini tidak identik, dan, melihat fenomena di bawah aspek gender, bahkan ada kesenjangan yang besar antara keduanya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menutup kesenjangan dengan mendidik masyarakat pada umumnya dan umat Islam pada khususnya tentang kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dan hak-hak yang dijamin oleh Islam bagi perempuan.
Alquran mengatakan kepada kita bahwa manusia dan wanita diciptakan sama. Setidaknya ada 30 ayat dalam Al-Quran yang mendukung kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dan yang mengacu pada hak-hak perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak dari ayat-ayat Alquran yang ramah perempuan lebih lanjut didukung oleh Hadis, secara tradisional dikaitkan dengan Nabi Muhammad, yang menggambarkan bahwa ajaran Nabi sama sekali tidak menempatkan perempuan di tempat kedua, namun, sebaliknya, yang kondusif dan mendukung mereka posisi dalam masyarakat secara sama.
Di antara ajaran-ajarannya, untuk menghapus dari ajaran barat yang menyebutkan pertama : penciptaan manusia: Bertentangan dengan dogma Kristen, yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk pria atau bahwa laki-laki diciptakan pertama (dengan demikian menyiratkan bahwa perempuan lebih rendah dari pria), Quran memberitahu kita bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan dari satu sumber / jiwa ("nafs Wahida"). Tidak ada ayat yang menunjukkan keunggulan tunggal salah satu jenis kelamin atas yang lain.
Kedua: ada perbedaan antara dosa yang dilakukan oleh seorang wanita dan dosa yang dilakukan oleh seorang pria. Sejumlah besar Quran ayat eksplisit menjamin penghargaan dan hukuman yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk perbuatan baik dan buruk mereka.
Ketiga: hak dan kewajiban yang berbeda bagi perempuan dan laki-laki untuk mengejar pengetahuan. Padahal Alquran jelas memberikan baik perempuan dan laki-laki untuk mencari ilmu. Hadis ini sangat jelas tentang hal itu.
Keempat: hak dan kewajiban yang berbeda untuk terlibat dalam kegiatan publik, Baik pria maupun wanita, padahal sebagai makhluk Allah, wajib berusaha untuk hidup saleh dan untuk mencegah dosa dan perbuatan jahat ("amar ma'ruf nahi munkar").
Ada beberapa alasan untuk kesenjangan antara ajaran Islam dan manifestasi mereka di kalangan umat Islam.
Pertama, pesan liberal dan emansipasi seperti al-Qur'an tidak mudah dimengerti, apalagi diinternalisasikan dan dipraktekkan. Sebuah penyelidikan antropologi dari ayat Alquran tentang seksualitas perkawinan (QS. al-Baqarah 187) menunjukkan bahwa gender dan kesetaraan seksual yang sebenarnya dianjurkan oleh ayat tersebut hampir tidak dipertimbangkan oleh sebagian besar pria dan wanita Muslim, karena mereka digunakan untuk hubungan gender bertingkat.
Kedua, guru-guru agama dan pengkhotbah, melalui forum pembelajaran agama ("majlis Ta'lim"), media elektronik dan cetak, hampir tidak pernah mempromosikan hak-hak perempuan. Tema utama pendidikan agama dan pengajaran oleh guru laki-laki dan perempuan ("ustadz" dan "ustadzah") terutama pada keunggulan Allah dan "superioritas" laki-laki atas perempuan, mempertahankan posisi yang sudah ditundukkan perempuan.
Ketiga, sebagian besar wanita yang memainkan peran berpengaruh dalam kehidupan publik masyarakat Islam tidak mencoba untuk meningkatkan kesadaran bagi para wanita posisi yang sulit masuk. Beberapa dari mereka bahkan menganjurkan peran bawahan perempuan dalam kaitannya dengan suami mereka. Mereka berpendapat bahwa itu adalah bagian dari persyaratan untuk menjadi seorang Muslimah yang taat.
Semangat Alquran tentang kesetaraan gender Sudah saatnya umat Islam mengambil waktu untuk merenungkan realitas ini. Dalam masyarakat Muslim, semangat Alquran gender dan kesetaraan seksual pasti menantang. Kunci untuk realisasinya terletak pada keberhasilan mendidik pria dan wanita Muslim tentang makna otentik dari Alquran dan misinya untuk membebaskan perempuan dan kelompok tertindas.
Upaya untuk menerapkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender dalam Islam harus ditingkatkan untuk merekonstruksi masyarakat Muslim yang adil sesuai dengan kebijaksanaan Quran.
2.      Pandangan Pemerintah
Perjuangan panjang perempuan Indonesia untuk meningkatkan status mereka mencapai puncaknya ketika, sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia berjanji untuk melaksanakan Deklarasi Beijing dan Landasan untuk Aksi. Ini Konferensi Dunia Keempat tentang Perempuan pada tahun 1995, bertepatan dengan peringatan 50 tahun berdirinya PBB, berkomitmen untuk memajukan tujuan kesetaraan, pembangunan dan perdamaian bagi semua wanita di mana-mana demi kepentingan seluruh umat manusia.
Istilah "" gender "" dan pendekatan "" kesetaraan dan keadilan gender "" diadopsi untuk memajukan metode sebelumnya perempuan dalam pembangunan (WID) atau perempuan dan pengembangan (WAD). Pendekatan baru ini membahas tidak hanya perempuan tetapi juga laki-laki dalam hubungan yang setara dan seimbang antara kedua jenis kelamin. Dengan demikian, keterlibatan laki-laki adalah suatu kondisi yang diperlukan dalam mengejar keadilan dan kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, 12 daerah kritis untuk pemberdayaan dan kemajuan wanita yang diidentifikasi dalam Platform for Action (PFA). Ini termasuk perempuan dan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, kekerasan terhadap perempuan, perempuan dalam konflik bersenjata, ekonomi, kekuasaan dan pengambilan keputusan, hak asasi perempuan, lingkungan, media, anak perempuan, dan mekanisme untuk kemajuan perempuan. Sebelum ini, Indonesia telah menandatangani Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) pada tahun 1980 dan meratifikasinya pada tahun 1984. Konvensi ini menjamin komitmen Indonesia untuk mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, di bawah alasan apapun dan alasan.
Hal ini mendorong untuk menyaksikan upaya bersama dan perjuangan tak kenal lelah oleh berbagai pihak untuk mengejar tujuan ini kesetaraan gender. Organisasi masyarakat sipil, kelompok-kelompok berbasis massa dan advokasi, instansi pemerintah dan masyarakat internasional telah bekerja bergandengan tangan dalam bidang yang berbeda: perumusan kebijakan dan pendidikan bagi masyarakat pembuat besar dan kebijakan.
Setelah negosiasi panjang dipelopori oleh LSM berdedikasi, perempuan Indonesia dihargai dengan landasan hukum untuk mengkriminalisasi tindak kekerasan yang dilakukan terhadap mereka di wilayah domestik. Pada bulan November 2002, bertepatan dengan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, UU Anti KDRT disahkan. Itu adalah prestasi inovatif, terutama jika kita melihat ke dalam beberapa "" kontroversial "" isu-isu seperti mengkriminalisasikan perkosaan.
Bagi orang Indonesia, yang hukum keluarga sebagian besar didasarkan pada syariah, hukum ini memang lompatan kuantum. Sukses dalam mendapatkan kerangka hukum berlalu merupakan suatu prestasi penting. Namun, membuat mereka dihormati dan ditegakkan belum tantangan besar lain. Anti Kekerasan Domestik Hukum, misalnya, sangat rumit dalam mendefinisikan empat jenis kekerasan dan hak perempuan untuk bebas dari tindakan ini. Namun dalam kenyataannya, wanita terus menderita tindak kekerasan fisik, ekonomi, psikologis maupun seksual. Tindakan ini bercokol karena hubungan kekuasaan yang tidak seimbang akibat patriarki, yang menentukan pria superior perempuan dan perempuan ditundukkan di bawah laki-laki.
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kondisi seperti itu adalah pembacaan teks-teks agama yang tidak memiliki kepekaan terhadap perempuan dan perspektif laki-laki. Dalam kasus Islam, ayat yang paling sering dikutip Al-Quran untuk mendukung laki-laki "" keunggulan "" atas perempuan dan "" izin "" untuk mengalahkan istrinya adalah QS al-Nisa '/ 04:34. Lainnya termasuk ayat-ayat al-Nisa '/ 4:04 tentang poligami, al-Nur/24: 31 pada hijab (jilbab), atau al-Baqarah / 2:282 pada saksi.
Ayat-ayat telah ditafsirkan secara tekstual, dalam isolasi dan dengan pikiran yang sudah biasa, mengabaikan alasan wahyu (asbab al-nuzul) dan pesan dasar Al-Quran pada kesetaraan, keadilan dan pembebasan bagi kelompok tertindas, termasuk perempuan.
Sebuah agenda ambisius diadopsi dalam transisi Indonesia menuju demokrasi adalah desentralisasi keputusan politik dan ekonomi terhadap otonomi daerah. Sementara ini berarti redistribusi kekuasaan lebih dekat kepada masyarakat, kondisi mencerminkan demokrasi, itu juga memiliki dampak serius pada wanita.
Pemerintah setempat, sebagai reaksi terhadap sistem terpusat selama rezim Soeharto, tampaknya melihat momen ini sebagai kesempatan untuk segera "" kembali ke budaya lokal "". Setelah beberapa dekade standar berseragam didikte oleh Jakarta, sekarang mereka ingin menghidupkan kembali kekayaan warisan budaya mereka sendiri.  Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan kebijakan ini. Setelah semua, Indonesia adalah negara yang multikultural dan multietnis. Moto nasional Bhineka Tunggal Ika (Unity in Diversity) akan hidup dan terwujud. Namun, jelas bahwa akan kembali ke budaya lokal berarti menghidupkan kembali fenomena kuno di banyak masyarakat.
Nilai-nilai tradisional mengenai peran perempuan dalam negeri, pembatasan mobilitas perempuan di ranah publik, dan citra masyarakat bahwa perempuan adalah sumber fitnah (godaan atau kekacauan) dan, karenanya, harus terselubung dan dipisahkan, jelas telah dihidupkan kembali. Kurangnya pembuat kebijakan yang sensitif gender di tingkat lokal dan massa kritis pada keadilan gender telah membuka pintu bagi gender seperti bisa berpikir untuk masuk ke dalam kebijakan. Pemimpin konservatif dan pembuat kebijakan, yang sengaja atau menggunakan teks-teks agama untuk tujuan politik, telah memperburuk situasi.
Hasilnya adalah mengecewakan: Banyak peraturan syariah-bernuansa berusaha untuk menegakkan tatanan sosial dan moralitas, pada biaya perempuan. Dimulai dengan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), yang sepenuhnya berwenang untuk memberlakukan syariah sebagai kesepakatan politik untuk mengakhiri lebih dari dua dekade konflik, sekarang banyak kabupaten dan kota yang mengikuti. Isu-isu yang dibahas adalah khas seperti prostitusi, perjudian, minuman beralkohol, pakaian wanita dan di beberapa daerah kemampuan untuk membaca Alquran. Bagaimana dengan "" masalah benar "" syariah, seperti sanksi dalam tujuannya, yaitu kesejahteraan sosial? Bagaimana dengan prinsip dasar syariah, yaitu keadilan dan perlindungan yang tertindas? Parsial dan selektif syariah seperti yang diberlakukan di banyak daerah di Indonesia saat ini tentu tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.  Di kota seelit Jakarta Tangerang, kawasan industri dengan pabrik-pabrik yang tak terhitung jumlahnya yang bekerja di shift sepanjang waktu, peraturan syariah bernuansa telah menjadi korban wanita. Wanita yang layak, akan pulang dari bekerja sebagai buruh pada shift malam, telah keliru ditangkap dan didakwa dengan menjadi pelacur. Tuduhan yang dibuat berdasarkan kecurigaan dari perilaku mereka, yang dapat menyebabkan kesimpulan bahwa mereka adalah pelacur.
Para wanita ini, melaksanakan hak ekonomi mereka, telah menjadi obyek pelanggaran HAM oleh aparat negara yang seharusnya melindungi mereka. Hak untuk bekerja, untuk hidup layak dan tidak dipermalukan merupakan hak dasar yang dijamin oleh undang-undang sekuler dan syariah. Bergaul wanita layak dengan prostitusi tidak dapat diterima oleh standar hukum atau etika sosial. Syariah sangat ketat dalam tidak memungkinkan tuduhan palsu percabulan. Dimana keindahan syariah di tangan otoritas ini kasar; syariah yang memandang manusia sebagai makhluk mulia yang paling baik Allah dan perwakilan Tuhan di bumi?  Perempuan di Indonesia saat ini ditekan antara dua fundamentalisme. Di satu sisi adalah fundamentalisme agama, ditandai antara lain dengan dorong untuk memaksakan syariah parsial dan selektif. Di sisi lain adalah fundamentalisme ekonomi, dengan pasar bebas kapitalisme global dan semua ketidakpuasannya.
Rezim ini telah menyebabkan penderitaan dalam kehidupan jutaan orang miskin, terutama perempuan. Indonesia, dengan ekonomi rapuh, berbagai krisis dan sumber daya manusia yang buruk, jelas tidak siap untuk persaingan bebas tersebut. Namun, suka atau tidak, itu harus menjadi terlibat di dalamnya.  Penghapusan subsidi dan privatisasi, bagian dari kapitalisme, telah kehilangan orang-orang miskin, perempuan dan anak-anak dari akses terhadap layanan dasar, termasuk kesehatan dan pendidikan. Kesejahteraan sosial, mimpi dan hak setiap warga negara Indonesia, tampaknya terletak jauh dari jangkauan jutaan rakyat Indonesia.
Budaya konsumerisme telah mengikis nilai-nilai tradisional hidup dan ketulusan sederhana (ikhlas), sementara nilai-nilai baru dari materialisme dan hedonisme semakin meningkat. Penyakit sosial ini telah menginfeksi hampir seluruh lapisan masyarakat kita, termasuk orang-orang yang mengaku menjadi taat beragama. Dalam proses ini, wanita baik korban dan agen, dengan tubuh dan seksualitas mereka menjadi lokus eksploitasi dan komersialisasi, dengan atau tanpa persetujuan mereka.
Masih ada isu-isu perempuan utama lainnya, Perdagangan perempuan dan anak-anak mungkin adalah salah satu yang paling serius. Perempuan muda atau remaja, dijanjikan akan dipekerjakan sebagai pabrik atau restoran pekerja akhirnya dipaksa melacur. Perempuan pekerja migran, meskipun perbaikan yang signifikan di daerah ini, masih jauh dari beruntung dibandingkan dengan rekan-rekan mereka dari negara lain. Masalah kawin kontrak (mut'ah), mirip dengan prostitusi terselubung, adalah bentuk lain dari eksploitasi seksualitas perempuan. Hal ini belum lagi tingginya insiden kekerasan terhadap perempuan di ranah publik, di tempat kerja atau dalam keluarga. Tahun 2007 mendekati; satu tahun yang telah dinyatakan sebagai Tahun PBB untuk Pencegahan Kekerasan. Dewan Ekonomi dan Sosial PBB mengadopsi resolusi tentang "" hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi kesehatan fisik dan mental". Ini adalah saat yang baik bagi kita untuk menegaskan kembali komitmen kami untuk mengejar keadilan gender dan menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

BAB III
KESIMPULAN
Alquran mengatakan kepada kita bahwa manusia dan wanita diciptakan sama. Setidaknya ada 30 ayat dalam Al-Quran yang mendukung kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dan yang mengacu pada hak-hak perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak dari ayat-ayat Alquran yang ramah perempuan lebih lanjut didukung oleh Hadis, secara tradisional dikaitkan dengan Nabi Muhammad, yang menggambarkan bahwa ajaran Nabi sama sekali tidak menempatkan perempuan di tempat kedua, namun, sebaliknya, yang kondusif dan mendukung mereka posisi dalam masyarakat secara sama.
Di antara ajaran-ajaran ini, untuk menyebutkan hanya beberapa, adalah pertama : penciptaan manusia. Bertentangan dengan dogma Kristen, yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk pria atau bahwa laki-laki diciptakan pertama (dengan demikian menyiratkan bahwa perempuan lebih rendah dari pria), Quran memberitahu kita bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan dari satu sumber / jiwa ("nafs Wahida"). Tidak ada ayat yang menunjukkan keunggulan tunggal salah satu jenis kelamin atas yang lain.
Kedua: Tidak ada perbedaan antara dosa yang dilakukan oleh seorang wanita dan dosa yang dilakukan oleh seorang pria: Sejumlah besar Quran ayat eksplisit menjamin penghargaan dan hukuman yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk perbuatan baik dan buruk mereka.
Ketiga: hak dan kewajiban yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk mengejar pengetahuan. Alquran jelas memberikan baik perempuan dan laki-laki untuk mencari ilmu. Hadis ini sangat jelas tentang hal itu.
Keempat: hak dan kewajiban yang sama untuk terlibat dalam kegiatan publik. Baik pria maupun wanita, sebagai vicegerents Allah, wajib berusaha untuk hidup saleh dan untuk mencegah dosa dan perbuatan jahat ("amar ma'ruf nahi munkar").
Upaya untuk menerapkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender dalam Islam harus ditingkatkan untuk merekonstruksi masyarakat Muslim yang adil sesuai dengan kebijaksanaan Quran. Banyak tantangan terletak di tangan laki-laki, karena mereka adalah pemegang kekuasaan untuk menafsirkan kembali, merekonstruksi dan melaksanakan membebaskan.


DAFTAR PUSTAKA
Sapardjaja,Komariah Emong.2008.Kompendium Tentang Hak-Hak Perempuan . Jakarta: Pengayoman
----.2005.Hak Azasi Perempuan Instrument hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender.Jakarta:Yayasan Obor Indonesia
----.1999.Perisai Perempuan.Yogyakarta:Yayasan Galang
----.2007.Women For Peace (Seminar Dan Workshop Internasiona, Jakarta 30 April 2007).Depok:Filsafat UI Press
Khrisna,Sumi.2007.Women’s Livelihood Rights.New Delhi:Sage Publications W
http://komnasperempuan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar