BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam
kehidupan bermasyarakat, seorang perempuan terkadang mendapatkan diskriminasi
dan anggapan sebelah mata atas dirinya. Diskriminasi dapat terjadi baik dalam
kehidupan pekerjaan, keluarga (antara suami dan istri), hingga kehidupan yang
dilaluinya dalam masyarakat. Dengan adanya diskriminasi inilah maka kemudian
banyak pihak terutama perempuan sendiri menyadari pentingnya mengangkat isu hak
perempuan sebagai salah satu jenis hak asasi manusia yang harus dapat diakui
dan dijamin perlindungannya. Adanya kesadaran ini maka kemudian perlu diketahui
terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud dengan hak asasi perempuan.
Hak
asasi perempuan, adalah hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena
ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hukum hak
asasi manusia dapat ditemui pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang
hak asasi manusia. Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa pengaturan
mengenai pengakuan atas hak seorang perempuan terdapat dalam berbagai sistem
hukum tentang hak asasi manusia. System hukum tentang hak asasi manusia yang
dimaksud adalah system hukum hak asasi manusia baik yang terdapat dalam ranah
internasional maupun nasional. Khusus mengenai hak-hak perempuan yang terdapat
dalam system hukum tentang hak asasi manusia dapat ditemukan baik secara
eksplisit maupun implisit. Dengan penggunaan kata-kata yang umum terkadang
membuat pengaturan tersebut menjadi berlaku pula untuk kepentingan perempuan.
Dalam hal ini dapat dijadikan dasar sebagai perlindungan dan pengakuan atas
hak-hak perempuan. Undang Undang RI Nomor 7 Tahun
1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).
Akademik tentang Kesetaraan Gender
(NA RUU KKG) disebutkan bahwa Rancangan Undang Undang Kesetaraan dan Keadilan
Gender (RUU KKG) ini menawarkan jalan keluar bagi permasalahan yang dihadapi
kaum perempuan Indonesia dan dapat melindungi mereka dari tindak kekerasan,
deskriminasi serta hal-hal lainnya yang dapat menghilangkan hak-hak kaum
perempuan. Namun apabila kita mau mengkaji lebih dalam, banyak hal yang perlu
dikritisi dari RUU KKG tersebut. Salah satunya adalah konsep
“Kesetaraan Gender” yang dijadikan alat analisis atau metodologi dalam perumusan
norma-norma hukum RUU tersebut. Dilihat dari latar belakang historis, konsep
kesetaraan gender lahir dari pemberontakan perempuan Barat akibat
penindasan yang dialami mereka selama berabad-abad lamanya. Sejak zaman Yunani,
Romawi, dan Abad Pertengahan (the Middle Ages) , dan bahkan pada Abad
Pencerahan sekali pun, Barat menganggap wanita sebagai makhluk inferior,
manusia yang cacat, dan sumber dari segala kejahatan atau dosa. Itu kemudian
memunculkan gerakan perempuan Barat yang menuntut hak dan kesetaraan perempuan
dalam bidang ekonomi dan politik yang pada akhirnya dikenal dengan
sebutan feminis, dari latar belakang historis munculnya konsep kesetaraan
gender.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Landasan Hukum
Islam dan Hukum Pemerintah, mengenai Hak Perempuan ?
2.
Apa saja Hak
Perempuan Menurut Islam dan Pemerintah?
3.
Bagaimana Pandangan Islam
Mengenai Kesetaraan Gender?
4.
Bagaimana Pandangan
Demokrasi Baru Mengenai Kesetaraan Gender?
C.
TUJUAN MASALAH
1.
Mengetahui Landasan
Hukum Islam dan hokum Pemerintah mengenai Hak Perempuan ?
2.
Apa saja Hak
Perempuan Menurut Islam dan Pemerintah?
3.
Bagaimana Pandangan Islam dan
Pemerintah Mengenai Kesetaraan Gender?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan Hukum Islam
dan Hukum Pemerintah, mengenai Hak Perempuan
1.
Dalil Al-Qur’an dan
As-Sunnah
ãA%y`Ìh9$#
cqãBº§qs%
n?tã
Ïä!$|¡ÏiY9$#
$yJÎ/
@Òsù
ª!$#
óOßgÒ÷èt/
4n?tã
<Ù÷èt/
!$yJÎ/ur
(#qà)xÿRr&
ô`ÏB
öNÎgÏ9ºuqøBr&
4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù
ìM»tGÏZ»s%
×M»sàÏÿ»ym
É=øtóù=Ïj9
$yJÎ/
xáÏÿym
ª!$#
4 ÓÉL»©9$#ur
tbqèù$srB
Æèdyqà±èS
ÆèdqÝàÏèsù
£`èdrãàf÷d$#ur
Îû
ÆìÅ_$ÒyJø9$#
£`èdqç/ÎôÑ$#ur
( ÷bÎ*sù
öNà6uZ÷èsÛr&
xsù
(#qäóö7s?
£`Íkön=tã
¸xÎ6y
3 ¨bÎ)
©!$#
c%x.
$wÎ=tã
#ZÎ62
ÇÌÍÈ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah
Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar."(QS
An-Nisaa 34)
*
ßNºt$Î!ºuqø9$#ur
z`÷èÅÊöã
£`èdy»s9÷rr&
Èû÷,s!öqym
Èû÷ün=ÏB%x.
( ô`yJÏ9
y#ur&
br&
¨LÉêã
sptã$|ʧ9$#
4 n?tãur
Ïqä9öqpRùQ$#
¼ã&s!
£`ßgè%øÍ
£`åkèEuqó¡Ï.ur
Å$rã÷èpRùQ$$Î/
4 w
ß#¯=s3è?
ë§øÿtR
wÎ)
$ygyèóãr
4 w
§!$Òè?
8ot$Î!ºur
$ydÏ$s!uqÎ/
wur
×qä9öqtB
¼çm©9
¾ÍnÏ$s!uqÎ/
4 n?tãur
Ï^Í#uqø9$#
ã@÷VÏB
y7Ï9ºs
3 ÷bÎ*sù
#y#ur&
»w$|ÁÏù
`tã
<Ú#ts?
$uKåk÷]ÏiB
9ãr$t±s?ur
xsù
yy$oYã_
$yJÍkön=tã
3 ÷bÎ)ur
öN?ur&
br&
(#þqãèÅÊ÷tIó¡n@
ö/ä.y»s9÷rr&
xsù
yy$uZã_
ö/ä3øn=tæ
#sÎ)
NçFôJ¯=y
!$¨B
Läêøs?#uä
Å$rá÷èpRùQ$$Î/
3 (#qà)¨?$#ur
©!$#
(#þqßJn=ôã$#ur
¨br&
©!$#
$oÿÏ3
tbqè=uK÷ès?
×ÅÁt/
ÇËÌÌÈ
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah
memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas
keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan." (QS. Al-Baqoroh : 233)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنَا أَبُو قَزَعَةَ عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي قُشَيْرٍ عَنْ أَبِيهِأَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا حَقُّ امْرَأَتِي عَلَيَّ قَالَ تُطْعِمُهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوهَاإِذَا اكْتَسَيْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
"Dari
Hakim bin Mu'awiyah ia berkata : saya bertanya : ya Rasululloh ! apa kewajiban
serang dari kami terhadap istrinya ? sabdanya : Engkau beri makan dia apabila
engkau makan, dan engkau beri pakaian apabila engkau berpakaian, dan jangan
engkau pukul mukanya, dan jangan engkau jelekkan dia dan jangan engkau jauhi
(seketiduran) melainkan di dalam rumah." (HR. Ahmad dan Abu dawud dan
Nasai.)
حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ مُعَاذَةَ الْعَدَوِيَّةِ عَنْ عَائِشَةَقَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْذِنُنَا إِذَا كَانَ فِي يَوْمِ الْمَرْأَةِ مِنَّا بَعْدَ مَانَزَلَتْ تُرْجِي مَنْ تَشَاءُ مِنْهُنَّ وَتُؤْوِي إِلَيْكَ مَنْ تَشَاءُ فَقَالَتْ لَهَا مُعَاذَةُ فَمَا كُنْتِ تَقُولِينَلِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَأْذَنَكِ قَالَتْ كُنْتُ أَقُولُ إِنْ كَانَ ذَاكَ إِلَيَّ لَمْ أُوثِرْأَحَدًا عَلَى نَفْسِي و حَدَّثَنَاه الْحَسَنُ بْنُ عِيسَى أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا عَاصِمٌ بِهَذَاالْإِسْنَادِ نَحْوَهُ (متفق
عليه)
Adalah
Rasululloh saw setelah diturunnkan firman Allah ta'ala, engkau boleh menangguhkan
siapa saja yang engkau kehendaki dari mereka yaitu istri-istrimu, dan engkau
boleh mendampingi siapa saja yang engkau kehendaki, maka setiap kali tiba
Rasululloh saw, untuk bersama istri-istri beliau, beliau selau meminta izin
kepada kami terlebih dahulu. Lalu 'aisyah berkata : suatu hari mu'adzah
bertanya kepadaku: "Apa yang akan kamu katakan ketika Rasululloh meminta
izin darimu ?", Aku menjawab : "Jika Rasululloh saw meminta izin
dariku pasti aku tidak akan membiarkan seorangpun melebihiku".
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرٌ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَلَوْ شِئْتُ أَنْأَقُولَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَكِنْ قَالَ السُّنَّةُ إِذَا تَزَوَّجَ الْبِكْرَ أَقَامَ عِنْدَهَا سَبْعًاوَإِذَا تَزَوَّجَ الثَّيِّبَ أَقَامَ عِنْدَهَا ثَلَاثًا (متفق
عليه)
Nabi
saw bersabda :Sunnah bagi orang yang mengawini seorang gadis supaya tinggal
bersamanya 7 hari, dan apabila mengwini seorang janda maka tinggal bersamanya 3
hari.
2.
Undang-Undang
yang Melindungi Hak Perempuan
Undang-undang
yang membicarakan tentang Hak perempuan adalah :
Bagian Kesembilan
Hak Wanita
Pasal 45
Hak
wanita dalam Undang-undang ini adalah hak asasi manusia.
Pasal 46
Sistem
pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan system
pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita
sesuai persyaratan yang ditentukan.
Pasal 47
Seorang
wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara
otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk
mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya.
Pasal 48
Wanita
berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan
jalur
pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Pasal 49
(1) Wanita
berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi
sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
(2) Wanita
berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau
profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau
kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.
(3) Hak
khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin
dan dilindungi oleh hukum.
Pasal 50
Wanita
yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum
sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya.
Pasal 51
(1) Seorang
istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama
dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya.
hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta pengelolaan harta
bersama.
(2) Setelah
putusnya perkawinan. seorang wanita mempunyai hak dan tanggungjawab yang sama
dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya.
dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
(3) Setelah
putusnya perkawinan. seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan mantan
suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi
hak anak. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang Kekerasan dalam rumah
tangga juga pada umumnya diperuntukan bagi kaum perempuan, karena korban
kekerasan di rumah tangga kerap kali terjadi pada istri. Undang-undang KDRT
yang menjamin keselamatan Korban memiliki Dasar dan tujuan sebagai berikut:
B.
Hak Perempuan menurut Islam
dan Pemerintah
1.
Upaya Islam dalam
Hak Perempuan
Beberapa keterangan ayat Qur’an yang
tertera dalan QS. An-Nisaa ayat 39, menjelaskan tentang perempuan itu mesti
dipimpin oleh laki-laki, dan tidak boleh seorang pemimpin itu menyusahkan
istrinya dengan alasan yang tidak berarti.
Hak perempuan adalah menyusui anaknya
sampai genap 2 tahun, selain itu juga berhak mendapatkan makanan dan pakaian
dari ayahnya dengan cara yang baik. Jika keadaannya laki-laki berpoligami, maka
jika ingin mengajak salah satu istrinya harus minta izin kepada istri yang
lain. Di dalam hadits dijelaskan jika menikahi seorang gadis itu gilirannya 7
hari dan jika menikahi seorang janda gilirannya 3 hari, namun seorang istri
bisa meninfaqkan gilirannya kepada istri yang lain.
Jika istri berbuat kesalahan atau
sesuatu yang menyakitkan suami, maka si istri berhak untuk tidak dipukul
mukanya dan tidak boleh dijelek-jelekan , dan tidak boleh dijauhi tempat
tidurnya melainkan di dalam rumah. Seorang perempuan mu’min perempuan tidak
boleh dibenci, kecuali dari akhlaqnya.
2.
Upaya Pemerintah
dalam Hak Perempuan
Perempuan berhak menjadi perwakilan
anggota pemerintah, maka daripada itu ia berhak memilih dan dipilih. Selain itu
mempertahankan status kewarga negaraannya karena menikah dengan orang asing. Ia
berhak mendapatkan pendidikan yang setara dengan peraturan-peraturan yang
berlaku dalam undang-undang. Bebas berhukum dalam beragama, memiliki hak yang
sama dengan suaminya dalam keluarga. Hak lainnya pun sama dengan mantan
suaminya atas dasar kepentingan anak dan harta.
Undang-undang lain yang melindungi
istri ada dalam KDRT, karena korban kekerasan dalam rumah tangga kerap kali
terjadi pada perempuan.
C.
Pandangan Islam dan Pemerintah Mengenai Kesetaraan Gender
1.
Pandangan Islam
Dalam beberapa konferensi tentang
perempuan, rekomendasi untuk
mempromosikan kesetaraan gender dan hak-hak perempuan hampir
selalu menyebutkan agama, khususnya Islam, sebagai
sumber diskriminasi dan
penindasan terhadap perempuan, seolah-olah
Islam sebagai agama menghambat promosi hak-hak
perempuan.
Sekarang, jika seseorang mendefinisikan Islam sebagai
jumlah dari sikap dan tindakan
perilaku dari sebagian besar umat Islam dalam masyarakat Muslim,
maka itu adalah benar untuk mengatakan
Islam tidak mendiskriminasikan
perempuan, mencoba menghambat
hak-hak dan kebebasan mereka. Pandangan ini tidak
benar jika Islam dipahami sebagai seperangkat ajaran moral dan ritual mengungkapkan untuk membawa
berkah bagi seluruh umat manusia, termasuk perempuan.
Oleh karena itu, masalahnya adalah Islam dibandingkan umat
Islam. Kedua fenomena ini tidak
identik, dan, melihat
fenomena di bawah aspek gender, bahkan ada kesenjangan yang besar antara keduanya.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
menutup kesenjangan dengan mendidik
masyarakat pada umumnya dan umat Islam pada khususnya tentang kesetaraan antara perempuan dan
laki-laki dan hak-hak yang dijamin oleh Islam
bagi perempuan.
Alquran mengatakan kepada kita bahwa manusia dan wanita diciptakan sama. Setidaknya ada 30 ayat dalam Al-Quran yang
mendukung kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dan yang mengacu pada hak-hak perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak dari ayat-ayat Alquran yang ramah perempuan lebih lanjut didukung oleh Hadis, secara tradisional dikaitkan dengan Nabi Muhammad,
yang menggambarkan bahwa ajaran Nabi sama sekali tidak menempatkan perempuan di tempat kedua, namun, sebaliknya, yang
kondusif dan mendukung mereka
posisi dalam masyarakat secara sama.
Di antara ajaran-ajarannya, untuk menghapus dari ajaran barat yang menyebutkan pertama : penciptaan
manusia: Bertentangan dengan dogma Kristen, yang
menyatakan bahwa perempuan diciptakan
dari tulang rusuk pria atau bahwa laki-laki diciptakan
pertama (dengan demikian menyiratkan bahwa perempuan lebih rendah dari pria), Quran memberitahu kita bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan dari satu sumber / jiwa
("nafs Wahida"). Tidak ada ayat yang
menunjukkan keunggulan tunggal
salah satu jenis kelamin atas yang lain.
Kedua: ada perbedaan antara dosa yang dilakukan oleh seorang wanita
dan dosa yang
dilakukan oleh seorang pria. Sejumlah besar Quran ayat eksplisit menjamin penghargaan
dan hukuman yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk perbuatan baik dan buruk mereka.
Ketiga: hak dan kewajiban yang berbeda bagi perempuan dan
laki-laki untuk mengejar pengetahuan.
Padahal Alquran jelas memberikan baik perempuan dan laki-laki untuk mencari ilmu. Hadis ini sangat jelas
tentang hal itu.
Keempat: hak dan kewajiban yang berbeda untuk terlibat dalam kegiatan
publik, Baik pria maupun wanita, padahal
sebagai makhluk Allah,
wajib berusaha untuk
hidup saleh dan untuk mencegah
dosa dan perbuatan
jahat ("amar ma'ruf nahi munkar").
Ada beberapa alasan untuk kesenjangan
antara ajaran Islam dan manifestasi mereka di
kalangan umat Islam.
Pertama, pesan liberal
dan emansipasi seperti al-Qur'an tidak mudah dimengerti, apalagi diinternalisasikan dan dipraktekkan. Sebuah penyelidikan antropologi dari ayat Alquran tentang
seksualitas perkawinan (QS.
al-Baqarah 187) menunjukkan
bahwa gender dan kesetaraan
seksual yang sebenarnya dianjurkan oleh ayat tersebut hampir tidak dipertimbangkan oleh sebagian besar pria dan wanita Muslim, karena mereka
digunakan untuk hubungan gender bertingkat.
Kedua, guru-guru agama dan pengkhotbah, melalui forum pembelajaran agama ("majlis
Ta'lim"), media elektronik dan
cetak, hampir tidak pernah mempromosikan
hak-hak perempuan. Tema utama pendidikan agama dan
pengajaran oleh guru laki-laki
dan perempuan ("ustadz"
dan "ustadzah") terutama pada keunggulan Allah dan "superioritas" laki-laki atas perempuan, mempertahankan posisi yang
sudah ditundukkan perempuan.
Ketiga, sebagian besar wanita yang memainkan peran berpengaruh dalam kehidupan publik masyarakat Islam tidak mencoba untuk meningkatkan kesadaran bagi para wanita
posisi yang sulit masuk. Beberapa dari mereka
bahkan menganjurkan peran bawahan
perempuan dalam kaitannya dengan suami mereka. Mereka berpendapat bahwa itu adalah bagian dari persyaratan untuk
menjadi seorang Muslimah yang taat.
Semangat Alquran tentang
kesetaraan gender Sudah saatnya umat Islam mengambil waktu untuk merenungkan realitas ini. Dalam masyarakat Muslim, semangat
Alquran gender dan kesetaraan seksual pasti
menantang. Kunci untuk realisasinya terletak pada keberhasilan mendidik pria
dan wanita Muslim tentang makna
otentik dari Alquran
dan misinya untuk membebaskan perempuan dan kelompok tertindas.
Upaya untuk menerapkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender
dalam Islam harus ditingkatkan untuk merekonstruksi masyarakat Muslim yang adil sesuai dengan kebijaksanaan Quran.
2.
Pandangan Pemerintah
Perjuangan
panjang perempuan Indonesia untuk meningkatkan status mereka mencapai puncaknya
ketika, sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia berjanji untuk
melaksanakan Deklarasi Beijing dan Landasan untuk Aksi. Ini Konferensi Dunia
Keempat tentang Perempuan pada tahun 1995, bertepatan dengan peringatan 50
tahun berdirinya PBB, berkomitmen untuk memajukan tujuan kesetaraan,
pembangunan dan perdamaian bagi semua wanita di mana-mana demi kepentingan
seluruh umat manusia.
Istilah
"" gender "" dan pendekatan "" kesetaraan dan
keadilan gender "" diadopsi untuk memajukan metode sebelumnya
perempuan dalam pembangunan (WID) atau perempuan dan pengembangan (WAD).
Pendekatan baru ini membahas tidak hanya perempuan tetapi juga laki-laki dalam
hubungan yang setara dan seimbang antara kedua jenis kelamin. Dengan demikian,
keterlibatan laki-laki adalah suatu kondisi yang diperlukan dalam mengejar
keadilan dan kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, 12 daerah kritis untuk pemberdayaan dan kemajuan wanita yang
diidentifikasi dalam Platform for Action (PFA). Ini termasuk perempuan dan
kemiskinan, pendidikan, kesehatan, kekerasan terhadap perempuan, perempuan
dalam konflik bersenjata, ekonomi, kekuasaan dan pengambilan keputusan, hak
asasi perempuan, lingkungan, media, anak perempuan, dan mekanisme untuk
kemajuan perempuan. Sebelum ini, Indonesia telah menandatangani Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) pada tahun
1980 dan meratifikasinya pada tahun 1984. Konvensi ini menjamin komitmen
Indonesia untuk mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, di
bawah alasan apapun dan alasan.
Hal ini
mendorong untuk menyaksikan upaya bersama dan perjuangan tak kenal lelah oleh
berbagai pihak untuk mengejar tujuan ini kesetaraan gender. Organisasi
masyarakat sipil, kelompok-kelompok berbasis massa dan advokasi, instansi
pemerintah dan masyarakat internasional telah bekerja bergandengan tangan dalam
bidang yang berbeda: perumusan kebijakan dan pendidikan bagi masyarakat pembuat
besar dan kebijakan.
Setelah negosiasi panjang dipelopori oleh LSM berdedikasi, perempuan Indonesia dihargai dengan landasan hukum untuk mengkriminalisasi tindak kekerasan yang dilakukan terhadap mereka di wilayah domestik. Pada bulan November 2002, bertepatan dengan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, UU Anti KDRT disahkan. Itu adalah prestasi inovatif, terutama jika kita melihat ke dalam beberapa "" kontroversial "" isu-isu seperti mengkriminalisasikan perkosaan. Bagi orang Indonesia, yang hukum keluarga sebagian besar didasarkan pada syariah, hukum ini memang lompatan kuantum. Sukses dalam mendapatkan kerangka hukum berlalu merupakan suatu prestasi penting. Namun, membuat mereka dihormati dan ditegakkan belum tantangan besar lain. Anti Kekerasan Domestik Hukum, misalnya, sangat rumit dalam mendefinisikan empat jenis kekerasan dan hak perempuan untuk bebas dari tindakan ini. Namun dalam kenyataannya, wanita terus menderita tindak kekerasan fisik, ekonomi, psikologis maupun seksual. Tindakan ini bercokol karena hubungan kekuasaan yang tidak seimbang akibat patriarki, yang menentukan pria superior perempuan dan perempuan ditundukkan di bawah laki-laki.
Setelah negosiasi panjang dipelopori oleh LSM berdedikasi, perempuan Indonesia dihargai dengan landasan hukum untuk mengkriminalisasi tindak kekerasan yang dilakukan terhadap mereka di wilayah domestik. Pada bulan November 2002, bertepatan dengan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, UU Anti KDRT disahkan. Itu adalah prestasi inovatif, terutama jika kita melihat ke dalam beberapa "" kontroversial "" isu-isu seperti mengkriminalisasikan perkosaan. Bagi orang Indonesia, yang hukum keluarga sebagian besar didasarkan pada syariah, hukum ini memang lompatan kuantum. Sukses dalam mendapatkan kerangka hukum berlalu merupakan suatu prestasi penting. Namun, membuat mereka dihormati dan ditegakkan belum tantangan besar lain. Anti Kekerasan Domestik Hukum, misalnya, sangat rumit dalam mendefinisikan empat jenis kekerasan dan hak perempuan untuk bebas dari tindakan ini. Namun dalam kenyataannya, wanita terus menderita tindak kekerasan fisik, ekonomi, psikologis maupun seksual. Tindakan ini bercokol karena hubungan kekuasaan yang tidak seimbang akibat patriarki, yang menentukan pria superior perempuan dan perempuan ditundukkan di bawah laki-laki.
Salah
satu faktor yang berkontribusi terhadap kondisi seperti itu adalah pembacaan
teks-teks agama yang tidak memiliki kepekaan terhadap perempuan dan perspektif
laki-laki. Dalam kasus Islam, ayat yang paling sering dikutip Al-Quran untuk
mendukung laki-laki "" keunggulan "" atas perempuan dan
"" izin "" untuk mengalahkan istrinya adalah QS al-Nisa
'/ 04:34. Lainnya termasuk ayat-ayat al-Nisa '/
4:04 tentang poligami, al-Nur/24: 31 pada hijab (jilbab), atau al-Baqarah /
2:282 pada saksi.
Ayat-ayat
telah ditafsirkan secara tekstual, dalam isolasi dan dengan pikiran yang sudah
biasa, mengabaikan alasan wahyu (asbab al-nuzul) dan pesan dasar Al-Quran pada
kesetaraan, keadilan dan pembebasan bagi kelompok tertindas, termasuk
perempuan.
Sebuah agenda ambisius diadopsi dalam transisi Indonesia menuju demokrasi adalah desentralisasi keputusan politik dan ekonomi terhadap otonomi daerah. Sementara ini berarti redistribusi kekuasaan lebih dekat kepada masyarakat, kondisi mencerminkan demokrasi, itu juga memiliki dampak serius pada wanita.
Sebuah agenda ambisius diadopsi dalam transisi Indonesia menuju demokrasi adalah desentralisasi keputusan politik dan ekonomi terhadap otonomi daerah. Sementara ini berarti redistribusi kekuasaan lebih dekat kepada masyarakat, kondisi mencerminkan demokrasi, itu juga memiliki dampak serius pada wanita.
Pemerintah setempat, sebagai reaksi
terhadap sistem terpusat selama rezim Soeharto, tampaknya melihat momen ini
sebagai kesempatan untuk segera "" kembali ke budaya lokal
"". Setelah beberapa dekade standar berseragam didikte oleh Jakarta,
sekarang mereka ingin menghidupkan kembali kekayaan warisan budaya mereka
sendiri. Sekali
lagi, tidak ada yang salah dengan kebijakan ini. Setelah semua, Indonesia
adalah negara yang multikultural dan multietnis. Moto nasional Bhineka Tunggal
Ika (Unity in Diversity) akan hidup dan terwujud. Namun, jelas bahwa akan
kembali ke budaya lokal berarti menghidupkan kembali fenomena kuno di banyak
masyarakat.
Nilai-nilai tradisional mengenai peran
perempuan dalam negeri, pembatasan mobilitas perempuan di ranah publik, dan
citra masyarakat bahwa perempuan adalah sumber fitnah (godaan atau kekacauan)
dan, karenanya, harus terselubung dan dipisahkan, jelas telah dihidupkan
kembali. Kurangnya pembuat kebijakan yang sensitif gender di tingkat lokal dan
massa kritis pada keadilan gender telah membuka pintu bagi gender seperti bisa
berpikir untuk masuk ke dalam kebijakan. Pemimpin konservatif dan pembuat
kebijakan, yang sengaja atau menggunakan teks-teks agama untuk tujuan politik,
telah memperburuk situasi.
Hasilnya adalah mengecewakan: Banyak
peraturan syariah-bernuansa berusaha untuk menegakkan tatanan sosial dan
moralitas, pada biaya perempuan. Dimulai dengan
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), yang sepenuhnya berwenang untuk memberlakukan
syariah sebagai kesepakatan politik untuk mengakhiri lebih dari dua dekade
konflik, sekarang banyak kabupaten dan kota yang mengikuti. Isu-isu yang
dibahas adalah khas seperti prostitusi, perjudian, minuman beralkohol, pakaian
wanita dan di beberapa daerah kemampuan untuk membaca Alquran. Bagaimana dengan
"" masalah benar "" syariah, seperti sanksi dalam
tujuannya, yaitu kesejahteraan sosial? Bagaimana dengan prinsip dasar
syariah, yaitu keadilan dan perlindungan yang tertindas? Parsial dan selektif syariah seperti yang diberlakukan
di banyak daerah di Indonesia saat ini tentu tidak mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini. Di kota seelit Jakarta
Tangerang, kawasan industri dengan pabrik-pabrik yang tak terhitung jumlahnya
yang bekerja di shift sepanjang waktu, peraturan syariah bernuansa telah
menjadi korban wanita. Wanita yang layak, akan pulang dari bekerja sebagai
buruh pada shift malam, telah keliru ditangkap dan didakwa dengan menjadi
pelacur. Tuduhan yang dibuat berdasarkan kecurigaan dari perilaku mereka, yang
dapat menyebabkan kesimpulan bahwa mereka adalah pelacur.
Para
wanita ini, melaksanakan hak ekonomi mereka, telah menjadi obyek pelanggaran
HAM oleh aparat negara yang seharusnya melindungi mereka. Hak untuk
bekerja, untuk hidup layak dan tidak dipermalukan merupakan hak dasar yang
dijamin oleh undang-undang sekuler dan syariah. Bergaul
wanita layak dengan prostitusi tidak dapat diterima oleh standar hukum atau
etika sosial. Syariah sangat ketat dalam tidak memungkinkan tuduhan
palsu percabulan. Dimana keindahan syariah di
tangan otoritas ini kasar; syariah yang memandang manusia sebagai
makhluk mulia yang paling baik Allah dan perwakilan Tuhan di bumi? Perempuan di Indonesia
saat ini ditekan antara dua fundamentalisme. Di
satu sisi adalah fundamentalisme agama, ditandai antara lain dengan dorong
untuk memaksakan syariah parsial dan selektif. Di sisi lain adalah fundamentalisme
ekonomi, dengan pasar bebas kapitalisme global dan semua ketidakpuasannya.
Rezim ini telah menyebabkan penderitaan
dalam kehidupan jutaan orang miskin, terutama perempuan. Indonesia, dengan
ekonomi rapuh, berbagai krisis dan sumber daya manusia yang buruk, jelas tidak
siap untuk persaingan bebas tersebut. Namun, suka atau tidak, itu harus menjadi
terlibat di dalamnya. Penghapusan subsidi dan privatisasi, bagian dari kapitalisme,
telah kehilangan orang-orang miskin, perempuan dan anak-anak dari akses terhadap
layanan dasar, termasuk kesehatan dan pendidikan. Kesejahteraan sosial, mimpi
dan hak setiap warga negara Indonesia, tampaknya terletak jauh dari jangkauan
jutaan rakyat Indonesia.
Budaya konsumerisme telah mengikis
nilai-nilai tradisional hidup dan ketulusan sederhana (ikhlas), sementara
nilai-nilai baru dari materialisme dan hedonisme semakin meningkat. Penyakit
sosial ini telah menginfeksi hampir seluruh lapisan masyarakat kita, termasuk
orang-orang yang mengaku menjadi taat beragama. Dalam proses ini, wanita baik
korban dan agen, dengan tubuh dan seksualitas mereka menjadi lokus eksploitasi
dan komersialisasi, dengan atau tanpa persetujuan mereka.
Masih ada isu-isu perempuan utama
lainnya, Perdagangan perempuan dan anak-anak mungkin adalah salah satu yang
paling serius. Perempuan muda atau remaja, dijanjikan akan dipekerjakan sebagai
pabrik atau restoran pekerja akhirnya dipaksa melacur. Perempuan pekerja
migran, meskipun perbaikan yang signifikan di daerah ini, masih jauh dari
beruntung dibandingkan dengan rekan-rekan mereka dari negara lain. Masalah
kawin kontrak (mut'ah), mirip dengan prostitusi terselubung, adalah bentuk lain
dari eksploitasi seksualitas perempuan. Hal ini belum lagi tingginya insiden
kekerasan terhadap perempuan di ranah publik, di tempat kerja atau dalam
keluarga. Tahun 2007 mendekati; satu tahun yang telah dinyatakan sebagai Tahun
PBB untuk Pencegahan Kekerasan. Dewan Ekonomi dan Sosial PBB mengadopsi
resolusi tentang "" hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi
kesehatan fisik dan mental". Ini adalah saat yang baik bagi kita untuk
menegaskan kembali komitmen kami untuk mengejar keadilan gender dan
menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
BAB III
KESIMPULAN
Alquran mengatakan kepada kita bahwa manusia dan wanita diciptakan sama. Setidaknya ada 30 ayat
dalam Al-Quran yang mendukung
kesetaraan antara perempuan dan laki-laki
dan yang mengacu pada hak-hak
perempuan dalam berbagai aspek
kehidupan. Banyak dari ayat-ayat
Alquran yang ramah perempuan lebih
lanjut didukung oleh Hadis,
secara tradisional dikaitkan dengan
Nabi Muhammad, yang
menggambarkan bahwa ajaran Nabi sama sekali tidak menempatkan perempuan
di tempat kedua, namun, sebaliknya, yang kondusif dan mendukung mereka posisi
dalam masyarakat secara sama.
Di antara ajaran-ajaran ini, untuk menyebutkan hanya beberapa, adalah pertama : penciptaan
manusia. Bertentangan dengan dogma Kristen, yang
menyatakan bahwa perempuan diciptakan
dari tulang rusuk pria atau bahwa laki-laki diciptakan
pertama (dengan demikian menyiratkan bahwa perempuan lebih rendah dari pria), Quran memberitahu kita bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan dari satu sumber / jiwa
("nafs Wahida"). Tidak ada ayat yang
menunjukkan keunggulan tunggal
salah satu jenis kelamin atas yang lain.
Kedua: Tidak ada perbedaan antara dosa yang dilakukan oleh seorang wanita
dan dosa yang
dilakukan oleh seorang pria: Sejumlah
besar Quran ayat eksplisit menjamin penghargaan
dan hukuman yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk perbuatan baik dan buruk mereka.
Ketiga: hak dan kewajiban yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk mengejar pengetahuan. Alquran jelas
memberikan baik perempuan dan laki-laki untuk mencari ilmu. Hadis ini sangat jelas
tentang hal itu.
Keempat: hak dan kewajiban yang sama untuk terlibat dalam kegiatan
publik. Baik pria maupun wanita, sebagai vicegerents Allah,
wajib berusaha untuk
hidup saleh dan untuk mencegah
dosa dan perbuatan
jahat ("amar ma'ruf nahi munkar").
Upaya
untuk menerapkan
hak-hak perempuan dan kesetaraan gender
dalam Islam harus ditingkatkan untuk merekonstruksi masyarakat Muslim yang adil sesuai dengan kebijaksanaan Quran. Banyak tantangan
terletak di tangan laki-laki,
karena mereka adalah pemegang kekuasaan
untuk menafsirkan kembali, merekonstruksi
dan melaksanakan membebaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Sapardjaja,Komariah Emong.2008.Kompendium Tentang Hak-Hak Perempuan . Jakarta:
Pengayoman
----.2005.Hak Azasi Perempuan Instrument hukum Untuk Mewujudkan Keadilan
Gender.Jakarta:Yayasan Obor Indonesia
----.1999.Perisai Perempuan.Yogyakarta:Yayasan Galang
----.2007.Women For Peace (Seminar Dan Workshop Internasiona, Jakarta 30 April
2007).Depok:Filsafat UI Press
Khrisna,Sumi.2007.Women’s Livelihood Rights.New Delhi:Sage
Publications W
http://komnasperempuan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar