Rabu, 04 Februari 2015

HAKIKAT KARAKTER DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER



HAKIKAT KARAKTER DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER
HAKIKAT KARAKTER
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh: Drs. Wanapri Pangaribuan, MT*

ABSTRAK
Betapa pentingnya pendidikan dan pembangunan karakter pada masa saat ini, karena pendidikan dan pembangunan tanpa karakter sesungguhnya tidaklah banyak berarti . Karakter dianggap sangat urgen bahkan segala sesuatunya harus berbasiskan karakter yang baik sesuai dengan hakikat manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha sempurna dan Maha Mulia. Karakter dalam perpektif pendidikan adalah bahwa inti proses pendidikan merupakan proses pembangunan karakter, sehingga harus terintegrasi dalam seluruh proses pendidikan itu.

Kata Kunci: Pembangunan Karakter, Perpektif Pendidikan

A. Defenisi Karakter

Menurut Lukman, dkk (1995), karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, ahlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Tabiat adalah kebiasaan-kebiasaan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari seseorang ataupun kelompok.
Hornby (1974) mengatakan bahwa Character is moral qualities that make one person different from others. Dengan demikian karakter adalah kualitas moral seseorang atau kelompok yang membedakannya dengan orang atau kelompok lain. Moral atau budi pekerti adalah tindakan atau perilaku yang dikaitkan dengan norma dan aturan yang berlaku pada masyarakat. Lukman (1995) mengatakan bahwa moral adalah baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban. Dalam masyarakat berlaku kewajiban untuk mengikuti adat istiadat, etika yang berlaku dimasyarakat. Dengan demikian karakter adalah pemikiran secara kritis untuk memilih dan melakukan hal yang baik dalam masyarakat sesuai dengan norma, hukum, dan nilai-nilai yang sesuai pada masyarakat. Pemikiran kritis menurut Sprod (2001) adalah berpikir dengan, (1) menggunakan pertimbangan untuk memutuskan, (2) bersandar pada kriteria, (3) mengadakan koreksi diri, dan (4) peka terhadap konteks.

B. Hakikat Karakter
Menurut Hill (2002), “Character determines someone’s private thoughts and someone’s actions done. Good character is the inward motivation to do what is right, according to the highest standard of behaviour, in every situation”. Kupperman (1991) menyatakan bahwa “X's character is X's normal pattern of thought and action, especially in relation to matters affecting the happiness of others and of X, most especially in relation to moral choice”.
Berdasarkan kedua pendapat di atas maka, karakter adalah pola pemikiran, sikap, dan tindakan pribadi yang mempengaruhi kesenangan hati untuk melakukan yang baik sebagai pilihan moral. Karakter yang baik adalah motivasi intrinsik sesuai dengan standard kehidupan yang tinggi, yang baik dalam segala situasi. Karakter yang baik akan tetap memunculkan pemikiran, sikap dan tindakan yang baik dalam situasi yang baik maupun situasi yang buruk sekali pun. Situasi atau keadaan tidak begitu berpengaruh dalam mengubah pola pikir, sikap dan tindakan bagi orang yang memiliki karakter yang baik. Dalam kata lain, lingkungan eksternal diri seseorang bukanlah hal yuang harus dituruti dan dipanuti untuk bertindak. Pemikiran positip, sikap yang bersahabat dan bersahaja adalah milik seseorang yang berkarakter baik di mana pun berada.
Karakter yang dipandang sebagai pola berpikir, bersikap, dan bertindak bagi pemiliknya dapat dilihat dan dikenali berdasarkan atribut-atributnya. Atribut tersebut merupakan indikator yang dapat lebih dirinci sehingga dapat diukur.
Susan Brown dalam McElmeel (2002) menyatakan bahwa karakter menyangkut atribut: keriangan (cheerfulness), kewarganegaraan (Cintizenship), kebersihan (cleanliness), Kasih sayang (compassion), kerjasama (cooperation), keberanian (courage), kesopanan, (courtesy), kreativitas (Creativity), ketergantungan (dependability), ketekunan (diligence), keadilan (fairness), kemurahan hati (generosity), menolong (helpfulness), sukacita (joyfulness), kebaikan (kindness), kesetiaan (loyalty), kesabaran (patience), ketekunan (perseverance), ketepatan waktu (punctuality), rasa hormat (respect), penghargaan terhadap lingkungan hidup (respect for the environment), tanggung jawab ( responsibility), kebanggaan sekolah (school pride), kendali diri (self control), sportivitas (sportsmanship), toleransi (tolerance), kejujuran ( honesty).
Mc Elmeel (2002) mengatakan bahwa karakter menyangkut atribut, “caring, confidence, courage, curiosity, flexibility, friendship, goal setting, humility, humor, initiative, integrity, patience, perseverance, positive attitude, problem solving, self discipline, team work”. Seorang yang berkarakter haruslah bersahabat, memiliki rasa humor, memiliki sikap positip, memiliki kemampuan memecahkan masalah, percaya diri, dan berorientasi pada pengaturan tujuan. Lebih lanjut M C Elmeel (2002) memberikan defenisi atribut-atribut yang karakter yang diutarakannya sebagai berikut:
“Caring: The act of being concerned about or interested in another person or
situation. To appreciate, like, or be fond of. Feeling or acting with
compassion,concern, empathy. Confidence: A faith or belief in oneself and
one’s own abilities to succeed; to be certain that one will act in a right,
proper, or effective manner. Positive self-esteem, self-assurance.
Courage: A firmness of mind and will in the face of danger or extreme
difficulty; the ability to stand up to challenges and to support unpopular
causes. Resolve, tenacity, bravery, strength. Curiosity: A desire to learn,
investigate, or know; an interest leading to exploration or inquiry. Inquisitiveness. Flexibility: The capacity to adapt or adjust to new, different, or changing situations and their requirements. Adaptability. Friendship: A state of being attached to another by affection, loyalty, respect, or esteem; holding in high regard, being fond of. Amicability, companionship.Goalsetting: The ability to determine what is wanted or needed and work toward it; identifying desired outcomes or objectives and designing a strategy or plan of action to achieve them. Humility: Respect for others and their position or condition; not exerting one’s authority in an inappropriate or insensitive manner.
Modesty, unpretentiousness. Humor: The quality that allows one to appreciate the comic or amusing aspects of a situation or event. Cheerfulness, wit. Initiative: The ability to take action independently, without outside influence or control; a willing-ness to make the first move or take the first step; doing something without being prompted by anyone else; a sense of enterprise. Ambition, gumption, drive.
Integrity: Adherence to a set of principles or a code of values, especially moral; being just, impartial, fair, and honest; straightforwardness of conduct; a refusal to act immorally—that is, to lie, cheat, steal, or deceive in any way. Honesty, loyalty, morality. Patience: The capacity to endure and to wait for one’s goals to be achieved; to conduct oneself without undue haste or impulse. Calmness,
tolerance. Perseverance: The ability to keep working toward a goal, enterprise, or
undertaking in spite of difficulty, opposition, or discouragement; the capacity to
carry on, especially under adverse circumstances. Persistence, endurance.
Positive Attitude: A state of mind or way of thinking that views the most desirable aspects of a situation and anticipates the best possible outcomes. Optimism, hopefulness. Problem Solving: The process of identifying critical elements of a situation, identifying sources of difficulty, using creative ideas to formulate new answers, and plan steps to achieve the best possible outcome. Ingenuity, creativity.
Self-Discipline: The ability to control, manage, or correct oneself for the sake of improvement; the ability to forfeit lesser objectives or short-term
gratification for more worthwhile causes or long-term goals. Self-control, self-
restraint. Teamwork: The ability to work with others to reach a common goal;
acting together to achieve a shared vision. Cooperation, collaboration”.
Dimerman (2009) mengatakan bahwa karakter terdiri dari sepuluh atribut yaitu: hormat (respect), kemauan untuk mendengarkan ( responsibility) , kejujuran
(honesty), merasakan perasaan orang lain (empathy), keadilan (fairness),
berinisiatif ( initiative), keberanian (courage), ketekunan (perseverance),
optimism (optimism), dan integritas ( integrity), sifat mementingkan kepentingan
orang lain (altruism), kerendahan hati (humility), kemurahan hati (generosity), iba
(compassion), toleransi ( tolerance), bijaksana (prudence), and fleksibilitas (flexibility).


C. Terbentuknya Karakter
Bernard Show mengatakan dalam The Harvest of Education,”Show a though reap an action, show an action reap a habit, show a habit reap a character, show a character reap a dignity”. Dengan demikian, karakter seseorang akan terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya. Kebiasaan yang dilakukan mengakar pada pemikiran. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Kuppermen (1991) bahwa karakter meliputi kebiasaan-kebiasaan dan tendensi pemikiran dan tindakan original seseorang. Lebih lanjut Zuchdi (2011) mengatakan bahwa karakter adalah sebuah cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menjadi cirri khas seseorang yang menjadi kebiasaan yang ditampilkan di masyarakat. Lebih lanjut Kupperman (1991) mengatakan bahwa karakter dapat terlihat dalam komunikasi sehari-hari seseorang dengan orang lain, dan orang lain berkomunikasi dengan dirinya. Dengan kata lain, karakter terlihat dalam pergaulannya dengan orang lain, dengan siapa dia bergaul.
Sering sekali pernyataan dalam seni dan budaya terkait dengan karakter tokoh atau aktor sesuai dengan perannya dalam skenario. Misalnya, “aktor tersebut sangatlah berkarakter dalam perannya sebagai pahlawan”. Hal ini berarti, bahwa cirri-ciri, sifat, dan tindakan yang dilakonkan aktor dalam skenario menyatu dalam dirinya sehingga tidak ada kejanggalan-kejanggalan berlakon. Dalam hal ini karakter melekat pada diri seseorang, dan kenjadi bagian dari diri itu sendiri.
Karakter sering juga dikaitkan dengan kepribadian (personality), dalam mana keduanya tercipta dari perjalanan panjang dari kebiasaan pikiran dan tindakan. Karakter itu sendiri mengakar pada kepribadian. Dengan kata lain, bahwa kepribadian adalah wadah dan media bagi karakter untuk bertumbuh dan berkembang. Agar karakter bertumbuh dan berkembang dengan baik, maka kepribadian itu sendiri harus lah baik memiliki unsur-unsur pembangun karakter. Ibarat kompos atau media tempat akar sebuah tanaman yang bertumbuh, haruslah kompos tersebut memiliki unsur hara untuk tanaman sehingga bertambah besar, berbunga dan berbuah. Tumbuhan itu sendiri diidentikkan dengan karakter, kompos itu sendiri diidentikkan dengan kepribadian.
Karakter juga disebabkan oleh persepsi dan sikap yang dimiliki seseorang. Sikap dan kebiasaan seseorang dalam merespon stimulus yang diterima dari orang lain ataupun benda lain. Munculnya sikap seseorang adalah berdasarkan pengetahuan dan penilaiannya terhadap sesuatu, sehingga diperlihatkan secara positip atau negatip. Dengan demikian, sikap dihasilkan dari olahan pikiran secara deduktif ataupun induktif ataupun juga secara korelasional atas berbagai informasi dan data. Munculnya sikap adalah berdasarkan analisis dan sintesa serta evaluasi terhadap informasi dan data yang dihasilkan dari komunikasi dengan orang lain ataupun terhadap objek lain. Pemikiran secara analitis, sintesis, dan evaluatif terhadap objek lain disebut juga persepsi.
Fish (2010) mengatakan bahwa persepsi terhadap sesuatu secara unik didasarkan pada tiga prinsip, yaitu: prinsip faktor umum (the common factor principle), prinsip phenomena (the phenomenal principle), dan prinsip representative (the representational principle). Berdasarkan prinsip faktor umum dapat terjadi tiga hal yaitu, sebuah objek dilihat sesuai dengan objek sesungguhnya (hal ini adalah persepsi yang benar), sebuah objek dilihat tetapi kelihatannya adalah tidak benar (ilusi), sebuah objek dilihat akan tetapi sesungguhnya objek itu tidak ada (halusinasi). Prinsip phenomena adalah kondisional yang menggunakan pernyataan “jika…maka). Prinsip representatif adalah pengalaman visual yang artinya perhatian yang intensif terhadap keberadaan (masa depan) sesuatu di dalam dunia.
Dengan demikian persepsi seseorang terhadap objek tergantung pada prinsip yang dipergunakannya untuk melihat dan berkomunikasi dengan objek tersebut. Persepsi adalah bagian dari karakter dalam arti pemikiran-pemikiran yang mendasari karakter. Jika prinsip yang mendasari persepsi seseorang cenderung secara intensif dipergunakan, maka akan tercipta kebiasaan persepsi yang mendasari karakter.

D.Enam Pilar Pendidikan Karakter
Josephson Institute mengajukan enam pilar karakter (The Six Pillars of Character) yaitu hal yang dapat dipercaya (trustworthy), penuh hormat (respectful), mau
mendengarkan (responsible), keadilan (fairness), perduli atau acuh (caring), warga
Negara (citizen), Lebih lanjut Josephson Institute menampilkan indikator dari enam
pilar karakter tersebut, sebagai berikut:
1. Orang yang dapat dipercaya adalah orang yang jujur, tidak mencuri, tidak menipu, dapat diandalkan, memiliki keberanian untuk melakukan yang benar, membangun reputasi yang baik, loyal kepada keluarga, teman, dan Negara.
2. Orang yang hormat harus memperlakukan orang lain dengan hormat, mengikuti Golden Rule, toleran dan menerima perbedaan, menerapkan sopan santun, menggunakan bahasa yang baik dalam berkomunikasi, memperhatikan perasaan orang lain, tidak melakukan ancaman, memukul atau menyakiti orang lain, melakukan kemufakatan damai terhadap orang lain yang melakukan kemarahan, penghinaan, dan yang sering menentang kemufakatan.
3. Orang yang mau mendengarkan adalah melakukan rencana ke depan, tekun dan selalu mencoba, selalu melakukan yang terbaik, mengontrol diri, berdisiplin, berpikir sebelum bertindak dan mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas kata-kata, tindakan dan sikap, dan menetapkan contoh yang baik bagi orang lain.
4. Orang yang adil adalah bermain sesuai dengan aturan, berbagi dan bergiliran, berpikiran terbuka, mendengarkan orang lain, tidak mengambil keuntungan dari orang lain, tidak menyalahkan orang lain, tidak sembarangan, memperlakukan semua orang secara adil.
5. Orang yang perduli adalah penuh kasih dan memperlihatkan kepedulian, mengungkap rasa syukur, memaafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
6. Orang yang menyadari dirinya sebagai warga Negara adalah mau bekerja sama, bertempat tinggal jelas dan formal, terlibat dalam urusan yang membuat masyarakat agar lebih baik, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan, menghormati pemerintah (otoritas), melindungi lingkungan,

E. Karakter dalam Perpektif Pendidikan
Karakter dalam perpektif pendidikan pada dasarnya meliputi ranah pengetahuan, ranah sikap dan ranah psikomotorik. Karakter dalam ranah pengetahuan sering juga disebut sebagai intellectual character, dalam mana menurut Blythe (1998) mengatakan, “ If one’s intellectual character is shaped by the thinking dispositions one possesses, which dispositions are most important to cultivate and nurture? If the goal is intelligent behavior in the world, which dispositions can best motivate thinking that is reasonably flexible, reflective, and productive in achieving its ends or goals with regard tomaking decisions, solving problems, or developing understanding “.
Intellectual character haruslah terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, sehingga dalam perumusan rencana proses pembelajaran harus selalu mempertimbangkannya. Demikian juga karakter dalam ranah sikap dan psikomotorik atau yang sering disebut sebagai character in action, harus pula terintegrasi dalam setiap perilaku guru, pegawai, dan subjek didik, serta proses manajemen persekolahan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Lukman, dkk. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka Depdikbud.
Dimerman Sara. 2009. Chracter is The Key. How to Unlock the best In Our Children and Our selves. Camada: John Wiley & Sons Canada, Ltd
Fish William. 2010. Philosophy of Perception. A Contemporary Introduction. New York:
Routledge
Hill, T.A., 2005. Character First! Kimray Inc., http://www.charactercities.org/ downloads/ publications/Whatischaracter.pdf. diunduh tanggal 11 Agustus 2011.
Hornby A S. 1974. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford: Oxford University Press.
Josephson Institute. Thes Six Pillars of Character. http://charactercounts.org/sixpillars.html.diunduh tanggal 11 Agustus 2011
Kupperman Joel J. 1991. Character. Newyork, Oxford: Oxford University Press.
McElmeel Sharron L. 2002. Character Education. A book Guide for Theacher, Librarians, and Parents. Colorado: Libraries Unlimited, Theacher Ideas Press.
Sprod, Tim. 2001. Philosophical Discussion in Moral Education. London: Roudledge
Zuchdi Darmiyati. 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktek.
Yogyakarta: UNY Press.
Diposkan oleh Wanapri Pangaribuan di 23.49
Istilah karakter diambil dari bahasa Yunani, yaitu ‘to mark’ yang artinya menandai. Istilah ini lebih fokus pada tindakan atau tingkah laku. Ada dua pengertian tentang karakter. Pertama, karakter menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, ataupun rakus, tentulah orang tersebut dianggap memiliki perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut dianggap memiliki karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang baru bisa disebut ‘orang yang berkarakter’, apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral. Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlaq, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam dirinya.
Menurut Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional, Karakter adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.” Sementara berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak.” Bagi Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan.
Dengan demikian, karakter mulia, berarti individu itu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik ataupun unggul. Selain itu, individu itu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik ataupun unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesamanya, lingkungannya, bangsa dan negaranya, serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Dalam merumuskan  hakikat karakter, Simon Philips (2008:235) berpendapat bahwa karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema A (2007:80) memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ”ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya lingkungan keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir.” Hal yang selaras disampaikan dalam Buku Refleksi Karakter Bangsa (2008:233) yang mengartikan karakter bangsa sebagai kondisi watak yang merupakan identitas bangsa.
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘”orang berkarakter” adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu) positif. Dengan demikian, pendidikan membangun karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif, bukan yang negatif. Gagasan ini didukung oleh Peterson dan Seligman (Gedhe Raka, 2007:5) yang mengaitkan secara langsung “character strength” dengan kebajikan. ‘Character strength’ dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan. Salah satu kriteria utama dari ‘character strength’ adalah bahwa karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik dan bermanfaat bagi dirinya, orang lain dan bangsanya.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang  terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral dan norma. Wujudnya berupa sikap jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan  karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.
Diposkan oleh nanangheryanto di 09.34 Description: http://img1.blogblog.com/img/icon18_email.gif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar