PENDAHULUAN
Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD jika ditinjau secara mendalam,
setidaknya ada tiga hal utama yang melatar belakangi perlunya bimbingan yakni
tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis.
Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan
pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,
tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani
dan rohani.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu
mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya
komponen bimbingan. Bila dicermati dari sudut sosial kultural, yang melatar
belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal
tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi,
sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.
Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang
melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1) Masalah perkembangan individu,
(2) Masalah perbedaan individual,
(3) Masalah kebutuhan individu,
(4) Masalah penyesuaian diri dan kelainan
tingkah laku, dan
BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian bimbingan, di bawah
ini dikemukakan pendapat dari beberapa ahli :
v Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan
sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang
dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah,
keluarga dan masyarakat.
v United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang
terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik
dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya
problema kependidikan, jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam
pelaksanaannya, bimbingan harus mengarahkan kegiatannya agar peserta didik
mengetahui tentang diri pribadinya sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat.
v Jones et.al. (Sofyan S. Willis, 2004) mengemukakan : “guidance
is the help given by one person to
another in making choice and adjusment and in solving problem.
v I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975)
berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang
terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk
menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya
(self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self
realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian
diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
v Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan
konseling adalah pelayanan bantuan untuk
peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan
berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan
belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Dari beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam
dalam memberikan pengertian bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat
adanya benang merah, bahwa :
v Bimbingan merupakan upaya
untuk memberikan bantuan kepada individu
atau peserta didik.. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis.
v Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan
kemandirian merupakan tujuan yang ingin
dicapai dari bimbingan.
Dari pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pengertian bimbingan
disatukan dengan konseling merupakan pengertian formal dan menggambarkan
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan nasional.
B.
Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dengan orientasi baru Bimbingan
dan konseling terdapat beberapa
fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan
konseling. yaitu:
1.
Pemahaman;
2.
Pencegahan;
3.
Pengentasan;
4.
Advokasi
C.
Contoh kasus dan
Penangannya
Peserta didik yang berusia antara 6 sampai 12 tahun tentunya berimbas
pula pada permasalahan yang bermunculan pada diri perserta didik. Baik itu masalah
dengan diri sendiri, dengan teman di sekolah, dengan guru dan lingkungan
sekolah sendiri. Dari sekian banyak masalah yang ada pada peserta didik yang
ada di Sekolah Dasar, di sini penulis akan memaparkan 1 permasalahan yanag
dihadapi peserta didik dengan teman dan lingkungannya.
Sebagai insan
yang dikaruniai akal, hati dan hawa nafsu tentunya membuat masalah itu
berdatangan dengan mudah seperti tetesan air hujan dari langit. Rasa ingin tahu
yang begitu besar saat melihat sesuatu yang baru atau sesuatu yang sering
dilihat dalam kehidupan sehari hari mendorong peserta didik berkeinginan untuk
mencobanya. Salah satu yang sering dilihatnya adalah aktifitas orangtuanya,
kakaknya dan orang yang ada di sekitarnya ialah merokok. Adanya pemikiran bahwa
merokok itu gaul dan keren membuat banyak peserta didik tidak tahan untuk
mencoba membeli dan kemudian menghisap rokok tersebut. Adanya kandungan zat adiktif
dalam rokok membuat peserta didik sulit sekali lepas dari permasalahan
tersebut.
Lebih parah lagi bahwa merokok yang dilakukan peserta didik menjadi salah
satu indikator dari kenakalan di sekolah yang konsekuensinya peserta didik akan di cap nakal dan bahkan
bukan tidak mungkin akan berpengaruh negative pada perkembangan peserta didik
baik dalam segi prestasi akademik atau non akademik.
Permasalahan seperti ini biasanya terjadi pada peserta didik laki-laki
meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi pada peserta didik perempuan. Pada saat peserta didik duduk di bangku kelas
4 dewan guru dan konselor sekolah harus mulai waspada akan permasalahan ini,
karna pada pase inilah saat peserta didik berusia 10 tahun, mereka merasa
dirinya sudah dewasa dan ingin melakukan seperti apa yang dilakukan orang
dewasa lainnya yang tak lain salah
satunya adalah merokok. Di sini konselor harus mulai melakukan usaha preventife
dengan cara memberikan penyuluhan akan bahayanya mengkonsumsi rokok baik bagi
kesehatan, prestasi bahkan ekonomi. Konselor harus melakukannya secara rutin
hingga benar benar mampu meyakinkan peserta didik tentang bahayanya
mengkonsumsi rokok sehingga pengetahuan mereka tentang dunia rokok berdampak
pada menjauhkan diri pada rokok bukan malah sebaliknya, peserta didik jadi
ingin mencoba rokok di karnakan proses penyuluhan yang tidak tuntas.
Jika peserta didik sudah naik ke kelas 5, maka peranan guru / konselor
sekolah melakukan penekanan terhadap materi penyuluhan pada saat peserta didik
ada di kelas 4. Akan tetapi, konselor disini ikut berperan aktif melakukan
dialog dialog terbuka atau tertutup ( 4 mata ) dengan peserta didik dengan
tujuan untuk melakukan observasi secara langsung apakah proses bimbingan/
penyuluhan yang sudah dilakukan berhasil atau tidak . Tak ada gading yang tak
retak, ya begitulah ungkapan bijak untuk menyatakan tidak adanya yang sempurna
di dunia ini. Dengan maksud bahwa ternyata pada saat peserta didik kelas 6, ada
peserta didik yang mengkonsumsi rokok. Disinalahh konselor harus melakukan
bimbingan konseling secara intensife dan bekerja sam dengan pihak sekolah (wali
kelas, guru PAI, kepala sekolah ) dan pihak keluarga peserta didik agar peserta
didik mau dan bias meninggalkan kebiasaan mengkonsumsi rokoknya. Nasehat yang
di sertai ancaman vonis dari sekolah
bagi peserta didik yang mengkonsumsi
rokok itupun bias di sampaikan dalam proses bimbingan konseling dengan tujuan untuk memberikan efek jera agar
peserta didik tidak mengulangi perbuatannya.
Sederhana memang penulis menyampaikan problem dan problem solvingnya hal
ini taklain karna keterbatasan penulis dalam menyampaikam permasalahan yang
diharuskan di utarakan dalam beberapa halaman saja. Bagi para pembaca
diharapkan bersikap bijak dalam membaca makalah ini sehingga mampu mngembangkan
apa yang sudah dibaca dan di sampaikan kembali kepada masarakat luas.
SIMPULAN
Jadi pada intinya bahwa BK harus ada di sekolah dan masuk kedalam
lurikulum Sekolah, di karnakan setiap individu siwa pasti memiliki masalah baik
masalah yang di bawah dari rumah masing-masing atau masalah yang timbul di
sekolah baik dengan teman ataupun guru. Keberadaan BK akan menjadi penengah
dalam setiap masalah yang dihadapi oleh setiap siswa sehingga siswa akan tetap
bias menjalani KBM meskipun dirundung masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi
Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Akhmad Sudrajat. 1986. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri
Siswa oleh Orang Tua dengan Prilaku Sosial Siswa di Sekolah (Skripsi).
Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.
Calvin S. Hall
& Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko
Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius
Chaplin, J.P.
(terj. Kartini Kartono).2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : P.T.
Raja Grafindo Persada.
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek
Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar