Jumat, 30 Januari 2015

Makalah Bimbingan Konselor Pada Sekolah Dasar



PENDAHULUAN
Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatar belakangi perlunya bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis.
Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya komponen bimbingan. Bila dicermati dari sudut sosial kultural, yang melatar belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.
Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1)    Masalah perkembangan individu,
(2)    Masalah perbedaan individual,
(3)    Masalah kebutuhan individu,
(4)    Masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
 
 
 




BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR
A.    Pengertian Bimbingan dan Konseling
Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian bimbingan, di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa ahli :
v Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.
v United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai  bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
v Jones et.al. (Sofyan S. Willis, 2004) mengemukakan : “guidance is  the help given by one person to another in making choice and adjusment and in solving problem.
v I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975)  berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya  (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
v Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling  adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Dari beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam dalam memberikan pengertian bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat adanya benang merah, bahwa :
v  Bimbingan merupakan  upaya untuk memberikan bantuan kepada  individu atau peserta didik.. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis.
v  Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian  merupakan tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan.
Dari pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pengertian bimbingan disatukan dengan konseling merupakan pengertian formal dan menggambarkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan  dalam sistem pendidikan nasional.
B.     Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dengan orientasi baru Bimbingan dan konseling  terdapat beberapa fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. yaitu:
1.      Pemahaman;
2.      Pencegahan;
3.      Pengentasan;
4.      Advokasi
C.     Contoh kasus dan Penangannya
Peserta didik yang berusia antara 6 sampai 12 tahun tentunya berimbas pula pada permasalahan yang bermunculan pada diri perserta didik. Baik itu masalah dengan diri sendiri, dengan teman di sekolah, dengan guru dan lingkungan sekolah sendiri. Dari sekian banyak masalah yang ada pada peserta didik yang ada di Sekolah Dasar, di sini penulis akan memaparkan 1 permasalahan yanag dihadapi peserta didik dengan teman dan lingkungannya.
Sebagai insan yang dikaruniai akal, hati dan hawa nafsu tentunya membuat masalah itu berdatangan dengan mudah seperti tetesan air hujan dari langit. Rasa ingin tahu yang begitu besar saat melihat sesuatu yang baru atau sesuatu yang sering dilihat dalam kehidupan sehari hari mendorong peserta didik berkeinginan untuk mencobanya. Salah satu yang sering dilihatnya adalah aktifitas orangtuanya, kakaknya dan orang yang ada di sekitarnya ialah merokok. Adanya pemikiran bahwa merokok itu gaul dan keren membuat banyak peserta didik tidak tahan untuk mencoba membeli dan kemudian menghisap rokok tersebut. Adanya kandungan zat adiktif dalam rokok membuat peserta didik sulit sekali lepas dari permasalahan tersebut.
Lebih parah lagi bahwa merokok yang dilakukan peserta didik menjadi salah satu indikator dari kenakalan di sekolah yang konsekuensinya  peserta didik akan di cap nakal dan bahkan bukan tidak mungkin akan berpengaruh negative pada perkembangan peserta didik baik dalam segi prestasi akademik atau non akademik.
Permasalahan seperti ini biasanya terjadi pada peserta didik laki-laki meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi pada peserta didik perempuan.  Pada saat peserta didik duduk di bangku kelas 4 dewan guru dan konselor sekolah harus mulai waspada akan permasalahan ini, karna pada pase inilah saat peserta didik berusia 10 tahun, mereka merasa dirinya sudah dewasa dan ingin melakukan seperti apa yang dilakukan orang dewasa lainnya  yang tak lain salah satunya adalah merokok. Di sini konselor harus mulai melakukan usaha preventife dengan cara memberikan penyuluhan akan bahayanya mengkonsumsi rokok baik bagi kesehatan, prestasi bahkan ekonomi. Konselor harus melakukannya secara rutin hingga benar benar mampu meyakinkan peserta didik tentang bahayanya mengkonsumsi rokok sehingga pengetahuan mereka tentang dunia rokok berdampak pada menjauhkan diri pada rokok bukan malah sebaliknya, peserta didik jadi ingin mencoba rokok di karnakan proses penyuluhan yang tidak tuntas.  
Jika peserta didik sudah naik ke kelas 5, maka peranan guru / konselor sekolah melakukan penekanan terhadap materi penyuluhan pada saat peserta didik ada di kelas 4. Akan tetapi, konselor disini ikut berperan aktif melakukan dialog dialog terbuka atau tertutup ( 4 mata ) dengan peserta didik dengan tujuan untuk melakukan observasi secara langsung apakah proses bimbingan/ penyuluhan yang sudah dilakukan berhasil atau tidak . Tak ada gading yang tak retak, ya begitulah ungkapan bijak untuk menyatakan tidak adanya yang sempurna di dunia ini. Dengan maksud bahwa ternyata pada saat peserta didik kelas 6, ada peserta didik yang mengkonsumsi rokok. Disinalahh konselor harus melakukan bimbingan konseling secara intensife dan bekerja sam dengan pihak sekolah (wali kelas, guru PAI, kepala sekolah ) dan pihak keluarga peserta didik agar peserta didik mau dan bias meninggalkan kebiasaan mengkonsumsi rokoknya. Nasehat yang di  sertai ancaman vonis dari sekolah bagi peserta didik yang mengkonsumsi  rokok itupun bias di sampaikan dalam proses bimbingan konseling  dengan tujuan untuk memberikan efek jera agar peserta didik tidak mengulangi perbuatannya. 
Sederhana memang penulis menyampaikan problem dan problem solvingnya hal ini taklain karna keterbatasan penulis dalam menyampaikam permasalahan yang diharuskan di utarakan dalam beberapa halaman saja. Bagi para pembaca diharapkan bersikap bijak dalam membaca makalah ini sehingga mampu mngembangkan apa yang sudah dibaca dan di sampaikan kembali kepada masarakat luas.











SIMPULAN 
Jadi pada intinya bahwa BK harus ada di sekolah dan masuk kedalam lurikulum Sekolah, di karnakan setiap individu siwa pasti memiliki masalah baik masalah yang di bawah dari rumah masing-masing atau masalah yang timbul di sekolah baik dengan teman ataupun guru. Keberadaan BK akan menjadi penengah dalam setiap masalah yang dihadapi oleh setiap siswa sehingga siswa akan tetap bias menjalani KBM meskipun dirundung masalah.

DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Akhmad Sudrajat. 1986. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri  Siswa oleh Orang Tua dengan Prilaku Sosial Siswa di Sekolah (Skripsi). Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius
Chaplin, J.P. (terj. Kartini Kartono).2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada.
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti